Advertisement

Promo November

Uang Hanya Sedikit tapi Konsumen Beli Barang Gaul yang Tidak Perlu, Ini Penjelasan Psikolog

Newswire
Kamis, 31 Oktober 2024 - 20:17 WIB
Maya Herawati
Uang Hanya Sedikit tapi Konsumen Beli Barang Gaul yang Tidak Perlu, Ini Penjelasan Psikolog Belanja online. - Foto dibuat oleh AI - StockCake

Advertisement

Harianjogja.com, JAKARTA—Belakangan ini muncul gejala di masyarakat yang menjadi perhatian ekonom dan psikolog. Fenomena itu disebut Efek Lipstik atau Lipstick Effect.

Psikolog klinis lulusan Universitas Indonesia Ratih Ibrahim mengemukakan faktor-faktor pemicu munculnya fenomena Efek Lipstik, yang terjadi ketika konsumen menghabiskan uang untuk kesenangan kecil seperti membeli lipstik premium meski kondisi ekonomi sedang turun dan mereka hanya punya sedikit uang.

Advertisement

Menurut Ratih, munculnya fenomena Efek Lipstik dipengaruhi oleh faktor ekonomi, emosional, dan sosial budaya.

"Tiga aspek tadi itu saling berkaitan. Justru karena merasa, 'aduh kok susah banget ya hidup ya', gitu, 'Mumpung masih ada duit seneng-senengin diri gue', biar dipuji aja, itu possible (mungkin)," kata Ratih, Rabu (31/10/2024).

Menurut dia, membeli barang mewah dengan harga yang lebih terjangkau atau pada saat diskon juga termasuk dalam kategori pembelian emosional.

Pada masa sekarang, keputusan untuk membeli barang mewah kecil dalam kondisi sulit antara lain dipengaruhi oleh konten para pemengaruh yang memperlihatkan gaya hidup mewah bahkan ketika keadaan ekonomi sedang tidak baik.

Ratih, yang menjabat sebagai Direktur Personal Growth, mengemukakan bahwa memenuhi hasrat untuk membeli barang mewah bisa jadi merupakan manifestasi dari penolakan terhadap realitas kehidupan.

BACA JUGA: Jalankan Instruksi Gubernur DIY, Outlet Miras Tanpa Izin di Kota Jogja Ditertibkan Serentak

"Bukan hanya in denial (dalam penolakan), dia dalam in denial-nya itu dia membangun illusion of control (ilusi kendali), bahwa 'saya punya kendali loh terhadap hidup saya," katanya.

"Tapi itu ilusi. Artinya, realitanya sebetulnya enggak, tapi dia lagi bohongin dirinya aja. Ini bagian dari in denial," katanya.

Ratih mengatakan, kondisi yang demikian lama-lama dikhawatirkan dapat menimbulkan masalah kesehatan mental.

"Karena ini pelarian, in denial terhadap kondisi realitanya, berpengaruh pada kesehatan mentalnya," katanya.

"Karena, begitu kamu lari, ketika kamu harus berhadapan sama realita, itu realitanya memukul dirimu sangat buruk. Susah," katanya.

Oleh karena itu, penting untuk segera menyadari kebiasaan membeli barang-barang yang sebenarnya tidak terlalu diperlukan serta berusaha untuk menghentikannya.

Guna menahan hasrat membeli barang untuk pelarian serta menghindari perilaku konsumtif yang dapat menjerumuskan diri ke jebakan utang, Ratih mengatakan, sebaiknya menetapkan kebijakan anggaran belanja ketat dan menghindari melihat-lihat aplikasi belanja.

 

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News

Sumber : Antara

Advertisement

Harian Jogja

Berita Terkait

Video Terbaru

Berita Lainnya

Advertisement

Harian Jogja

Berita Pilihan

Advertisement

alt

Bawaslu Bakal Terapkan Teknologi Pengawasan Pemungutan Suara di Pilkada 2024

News
| Sabtu, 23 November 2024, 14:07 WIB

Advertisement

alt

Ini Lima Desa Wisata Paling Mudah Diakses Wisatawan Menurut UN Tourism

Wisata
| Selasa, 19 November 2024, 08:27 WIB

Advertisement

Advertisement

Advertisement