Advertisement
Psikolog: Orang Suka Pamer Punya Masalah Soal Harga Diri
Advertisement
Harianjogja.com, JAKARTA— Pakar psikologi sosial dari Universitas Indonesia Dicky C. Pelupessy, Ph.D. menilai bahwa orang yang menunjukkan perilaku flexing atau pamer kekayaan di media sosial cenderung memiliki masalah insecurity atau ketidakamanan dan self-esteem atau harga diri yang rendah.
"Sebenarnya kalau kita lihat dari kacamata psikologis, di situ ada problem dengan self-esteem orang tersebut. Ada problem dengan rasa aman, rasa nyamannya, jadi ada insecurity yang kemudian dia cari kompensasinya," kata Dicky dikutip dari ANTARA, Sabtu (25/2/2023).
Advertisement
Pada prinsipnya, jelas Dicky, setiap manusia memiliki self atau diri atau dapat diterjemahkan sebagai kesadaran tentang dirinya sendiri yang menjadi penggerak dari perilaku seseorang.
Ketika kesadaran diri dan rasa penghargaan terhadap dirinya sendiri rendah, seseorang ingin mendapatkan pengakuan dan pujian bahwa dirinya lebih baik yang datang dari luar dirinya atau orang lain. Yang menjadi masalah, sebagian orang merasa bahwa flexing bisa dijadikan sebagai cara kompensasi untuk mendapatkan pengakuan tersebut.
"Dia berusaha mengompensasi dengan cara flexing. Dia pikir kalau, 'Saya punya harta benda yang mahal, yang mungkin tidak semua orang bisa miliki, terbatas', dia pikir itu akan membuat dia akan dinilai orang lebih baik dan lebih hebat. Kemudian nanti, 'Saya akan mendapat sehingga saya merasa aman dan nyaman'," jelas Dicky.
BACA JUGA: Pakar Ungkap Penyebab Anak Pejabat Pajak, Mario Dandy Jadi Brutal
Apabila seseorang tidak bisa berdamai dengan dirinya, maka orang tersebut akan merasa cemas terus-menerus, termasuk merasa tidak aman dan rendah diri terus-menerus. Jika hal ini terus ditumpuk, maka akan menimbulkan masalah secara psikologis.
Agar tidak terjebak pada perilaku flexing, menurut Dicky, setidaknya ada dua hal yang dapat dilakukan dengan menerapkan counter thinking dan berpikir sejenak sebelum mengambil tindakan.
Pertama, posisikanlah diri sendiri sebagai audiens atau orang lain yang akan melihat dan merespons unggahan flexing di media sosial. Kedua, carilah cara kompensasi lain yang mungkin dapat dilakukan untuk meningkatkan harga diri selain flexing.
BACA JUGA: Terungkap! Ada Perempuan Lain Ikut Andil dalam Penganiayaan yang Libatkan Mario Dandy
"Memikirkan kira-kira apa, sih, reaksi orang ketika melihat saya flexing. Apakah kemudian beneran mereka akan memuji-muji saya, membuat saya terasa lebih hebat. Ataukah kemudian sebetulnya orang biasa saja [tidak memuji]," terang Dicky.
Menurut Dicky, orang-orang terdekat juga bisa turut andil untuk menegur atau mengingatkan bahwa perilaku flexing tidak selalu berujung mendapatkan pujian dan justru akan mendapat cibiran dan publik menganggapnya biasa saja.
"Kalau kita jadi orang yang kenal dekat, tidak apa-apa mengingatkan. Bahwa 'Kalau kamu memamerkan kekayaan, itu tidak lantas membuat orang terkesan, bahkan mungkin bisa jadi yang kamu dapatkan adalah cibiran. Dan mungkin orang akan menganggap itu sesuatu yang biasa saja'," kata Dicky.
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News
Sumber : Antara
Berita Lainnya
Berita Pilihan
Advertisement
Satuan Pendidikan Diwajibkan Memperhatikan Kebutuhan Siswa dengan Kondisi Khusus
Advertisement
Sandiaga Tawarkan Ritual Melukat ke Peserta World Water Forum di Bali
Advertisement
Berita Populer
- Warga Kulonprogo Ajukan Gugatan Disebut Nonpribumi Saat Balik Nama Sertifikat, Sidang Ditunda Lagi
- Biro PIWPP Setda DIY Gencarkan Kampanye Tolak Korupsi
- Anggota DPR RI Sebut Perlu Ada Honor untuk Pengambil Sampah Rumah Tangga di Jogja
- BPBD DIY Mewaspadai Lonjakan Pembuangan Sampah ke Sungai Imbas TPA Piyungan Ditutup
- Warga Terluka Saat Berdesak-desakan Buang Sampah di Depo Purawisata Jogja
Advertisement
Advertisement