Cerita Bersambung Sandyakala Ratu Malang: Bagian 048

Advertisement
048
Pada hari berikutnya Pranacitra masih berada di luar hutan, dan cuma mengutus beberapa penyelidik untuk mengetahui gerakan musuh. Ketika Panembahan Senopati mendengar laporan, bahwa yang di depan itu pasukan Tembayat, ia menyuruh seorang perwira memanggil pimpinan kelompok untuk menghadap.
Pranacitra yang tinggi besar berbadan kekar itu langsung berlutut.
“Ceritakan apa yang terjadi,” sabda Panembahan Senopati dengan halus.
Pranacitra menuturkan seluruh kejadian dengan rinci. Dan saat sang prabu mendengar, bahwa Mila Banowati, putri tersayangnya, ikut disandera oleh Damar, raja Mataram itu benar- benar tidak dapat menahan diri lagi. Putranya, Arumbinang, dibunuh. Putrinya, Mila Banowati, dijadikan tawanan. Nista apa lagi yang lebih hebat dari semua ini?! Terlalu!
“Rangga, siapkan pasukan secukupnya. Kita masuk hutan!” titahnya.
“Sendhika Rama,” jawab Raden Rangga. Wajah anak muda itu sangat gembira.
Dan di ketika Rangga bersuka hati itulah Damar sedang melamun seorang diri di pinggir sebuah anak sungai yang airnya sangat jernih. Ia duduk di mezbah batu hitam, dan memandang daun-daun kering diombang-ambingkan arus air. Pikirannya mengawang jauh. Semula yang dipikirkan adalah Pranacitra, yang ia bayangkan dengan geli, tentu senopati tinggi kekar bercambang lebat itu luar biasa jengkelnya. Tanpa sadar Damar tersenyum-senyum sendiri.
Kemudian Damar ingat Demang Ki Suradipa, dan air muka pemuda tampan itu berubah keruh. Ia benar-benar sangat geram mengingat kelicikan, kekejaman, kezaliman, juga keculasan Demang Tembayat itu. Betapa kesumat menggerogoti hatinya teringat pembunuhan atas kakek sekaligus gurunya, Begawan Sempani, dan sampai kini dendam itu belum tertunaikan. Ditambah fitnah ia membunuh Pangeran Arumbinang dan Ki Ageng Permana. Terlalu.
Damar sedang suntuk berpikir bagaimana dirinya bisa beroleh kesempatan bertemu muka dengan musuh besarnya itu. Tiba-tiba ia mendengar langkah kaki perlahan-lahan di belakangnya. Dengan ketangkasan mengagumkan Damar meloncat, dan seluruh ototnya meregang bersiaga.
“Ehh, aku kira Pranacitra, ternyata,” Muka Damar berubah kemerahan. Yang dianggap musuh ingin menyatroni itu adalah Latri Dewani.
“Kangmas kaget melihat aku kemari? Wajahmu tegang sekali,” Latri tersenyum manis.
“Sedikit terkejut, memang. Aku kira Pranacitra atau Suradi,” Damar tidak melanjutkan.
Telah beberapa kali Latri bercakap-cakap dengan Damar pada pelbagai kesempatan. Dua remaja itu cepat akrab dikarenakan masing-masing bersikap ramah, sehingga melenyapkan segan dan malu. Justru terhadap Dinar, yang juga ganteng berambut mengombak itu, Latri masih agak kaku. Penyebabnya karena jejaka jenaka itu tanpa sungkan selalu menunjukkan rasa sayangnya.
“Kangmas melamun ya? Apa yang dilamunkan?” tanya Latri menggoda.
“Benar! Aku tadi melamun, dan tidak menyangka engkau yang datang. Maklumlah Latri, suasana di dalam hutan ini memerlukan sikap ekstra waspada. Sedikit saja kita terlena, akibatnya sangat membahayakan,”jawab Damar serius.
“Engkau memang tangkas, Kangmas. Namun, sepertinya ada bidadari, entah dari mana, sedang engkau lamunkan,” Latri tertawa, tapi sekilas ada sedikit mendung di paras cantiknya.
BERSAMBUNG: Sandyakala Ratu Malang-Bagian 049
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News
Berita Lainnya
Berita Pilihan
Advertisement
Advertisement

Pesta Daging Iftar Ramadan di Horison Ultima Riss Malioboro Yogyakarta
Advertisement
Berita Populer
- Ratusan Pelajar di Bantul Deklarasi Bebas Geng Sekolah & Kejahatan Jalanan
- Cegah Banjir, Kelurahan Gedongkiwo Galakkan Pembuatan Biopori
- Pemkab Sleman Belum Batasi Mobilitas Hewan Ternak
- Gunungkidul Targetkan Kemiskinan Turun Jadi 13% di 2024
- Perempuan Ditemukan Termutilasi di Kamar Mandi Hotel di Pakem Sleman
Advertisement