Advertisement
Cerita Bersambung Sandyakala Ratu Malang: Bagian 175

Advertisement
175
Tepat hitungan ke 10.000, Darsi membuka mata, dan dadanya berdegup kencang. Malam telah bersalin pagi. Dan pagi sudah bersolek. Tampak tubuh membujur kaku persis di depannya. Tubuh seorang lelaki berambut ikal pirang. Berdada jembar berhias simbar.
Advertisement
Tubuh kekasihnya.
Mungkin terbawa ombak semalam. Barangkali jatuh dari langit.
“Oh, kekasihku” Darsi menubruk. Menciumi wajah yang tampak begitu tenang. Wajah tanpa ekspresi. Wajah pucat namun membentuk senyum. Darsi mendekatkan telinga ke dada yang bidang. Tidak terdengar detak. Lelaki pirang itu bak dewa dari pualam.
Darsi teringat sesuatu. Kembang wijaya kusuma. Ya, bunga ajaib itu diamanatkan oleh Kanjeng Ratu Kidul agar dioleskan ke tubuh sang kekasih, jika kelak ada jodoh untuk bertemu. Kembang yang sejak dari pantai widara payung tidak sedetik pun terpisah dari tubuhnya.
“Kekasihku, oh, kekasihku, bangunlah..” Darsi mengangkat cangkok wijaya kusuma itu tinggi-tinggi, kemudian mengoleskan ke tubuh kekasihnya dari atas ke bawah, tiga kali.
“Kekasihku!” Darsi berteriak girang. Tubuh membeku kaku itu mulai bergerak. Sedikit demi sedikit. Dan, jagad dewa bathara, sang kekasih bangun dari rebahnya. Matanya menatap mesra. Mulutnya tersenyum lembut. Kedua tangannya dikembangkan.
“Ahh, tidak. Jangan sentuh aku, pangeranku. Akulah wanita paling nista,” Darsi mundur mundur dengan rona sedih. Air matanya bercucuran. Matanya merah berair. Ia sudah bertemu sang kekasih yang dikangeni siang malam. Tapi ia merasa rendah, derajatnya jatuh di titik nadir. Ia pelacur pecundang yang triman dari lokalisasi cemar tempat ia menyewakan kelamin secara acak terhadap pelanggannya.
"Engkau bukan wanita hina, walau masa silammu kelam." Ketika jari-jari tangan lelaki berambut ikal itu dengan lembut menyentuh kedua pundaknya, Darsi merasa seakan-akan ubun-ubun kepalanya disiram halimun. Menyusup masuk memenuhi hati dan perasaan, meluap keluar melalui kedua matanya dan ia mengeluarkan suara setengah menjerit setengah merintih ketika memeluk pinggang dan membenamkan mukanya di dada sang kekasih.
"Tidak sepantasnya engkau mengucap begitu.” Lelaki itu memegang dagu Darsi dengan ibu jari dan telunjuk, lalu mengangkat mukanya sehingga menengadah. Mereka bertemu tatap. Muka mereka saling menghadap sehingga napas hangat mereka terasa ke muka masing-masing. "Bagiku engkau wanita santa. Bukan engkau yang minta menjadi istriku, melainkan akulah kini yang meminangmu. Darsi, maukah engkau menjadi istriku?"
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News
Berita Lainnya
Berita Pilihan
Advertisement

Israel Serang Iran, Sejumlah Warga, Ilmuan hingga Pentinggi Militer Dilaporkan Tewas
Advertisement

Destinasi Wisata Puncak Sosok Bantul Kini Dilengkapi Balkon KAI
Advertisement
Berita Populer
- Tertinggi se-Indonesia, Transaksi Pelaku Usaha Mbizmarket di Sleman Capai Rp205 Miliar
- Dana Hibah 9 Parpol di Bantul Cair, Segini Besarannya
- Jalan Kapas di Kota Jogja Ditata, Dishub: untuk Perlancar Arus Lalu Lintas
- Ingat! Parkir di Jalan Kapas Jogja Hanya Satu Sisi, Melanggar Bisa Ditilang
- Pembangunan Tugu Adipura di Gunungkidul Senilai Rp734 Juta Batal Dilakukan Tahun Ini
Advertisement
Advertisement