Advertisement

Cerita Bersambung Sandyakala Ratu Malang: Bagian 017

Joko Santosa
Kamis, 09 Juli 2020 - 22:47 WIB
Nugroho Nurcahyo
Cerita Bersambung Sandyakala Ratu Malang: Bagian 017 Sandyakala Ratu Malang - Harian Jogja/Hengki Irawan

Advertisement

“Maafkan aku, Yayi,” Ki Suradipa penuh kasih memegangi pundak selirnya.

“Pernahkah aku menolak permintaanmu?” tanyanya pelan.

Advertisement

“Kangmas memberatkan Yunda Mila katimbang aku,” rajuk Nimas Lembah.

“Permintaan Yayi sekali ini sulit dilaksanakan. Berkali-kali sudah aku jelaskan, bahwa, menyuruh Mila balik ke Mataram tidak segampang perkiraanmu. Mila Banowati itu istri resmi, dan merupakan garwa padmi. Tentu akan terjadi gejolak di kalangan para abdi dan rakyat di sini. Hal ini sedikit banyak membahayakan kedudukanku,” Ki Suradipa berkata congkak. Pertama, sebutan garwa padmi hanya diperuntukkan istri raja, sementara ia cuma demang yang tidak ada hubungan darah dengan penguasa Mataram. Menyebut permaisuri sama dengan mensejajarkan diri seperti raja. Dan kedua, mana mungkin Demang Suradipa memikirkan rakyatnya? Ia sangat takut mengusir Mila Banowati semata-mata karena jeri menghadapi Panembahan Senopati.

Dengan gaya manja Nimas Lembah menolakkan kedua tangan Ki Suradipa yang penuh perasaan membelai rambutnya. Pelan demang itu didorong ke pembaringan, kemudian dengan luwes Nimas Lembah duduk di atas paha suaminya.

“Kangmas dusta. Teganya teganya Kangmas membohongiku. Apa hubungannya rakyat dengan urusan dalam keluarga Kangmas? Jujur saja, Kangmas masih berat sebelah dan tentunya lebih mencintai Yunda Mila yang memang cantik, semok, halus, baik hati, santun ..”

“Yayi,” Tangan Ki Suradipa menutup mulut mungil selir mudanya itu. Kemudian dengan mesra mencium leher jenjang Nimas Lembah yang menggeliat aleman seperti kucing dibelai. Ia mendesah dan tangan kanannya balas merangkul.

 “Mila telah memiliki seorang putri dariku. Apa jadinya dengan Mila dan putriku, Latri Dewani? Engkau tega mengusirnya?”

Nimas Lembah cemberut.

“Kangmas tentu mengerti, Yunda Mila pegal hati dan sirik terhadapku. Hidupku selalu terancam. Sebaiknya sudahi saja hubungan mesra kita ini; pulangkan aku ke rumah ibuku; atau bunuh saja aku. Bagaimana aku dapat hidup di bawah satu wungwung dengan orang yang selalu mendengkiku?”

“Yayi, jangan engkau berpikir nekat seperti itu. Bagaimana aku bisa hidup tanpa engkau, Yayi? Dengarkan Nimas, aku tidak peduli dengan Mila Banowati, jangankan baru ada satu atau dua Mila, biarpun ada seribu tetap aku kayungyun padamu, Yayi,” Ki Demang merangkul Nimas dengan cemas. Celaka tujuhbelas jika sampai selir jelita ini suduk jiwa (bunuh diri-pen)

Lembah Manah memberontak setengah hati. Tak sengaja dadanya menyentuh suaminya.

“Antarkan aku pulang, Kangmas,” Nimas Lembah semakin merajuk.

“Ke mana? Bukankah pertemuan kita di bawah pohon kamboja? Ibumu, menurutmu, juga sudah meninggal. Apa kakang harus mengantar Yayi ke kuburan?” Ki Suradipa mencoba canda, tapi geculannya terasa hambar garing. Maksudnya mengalihkan kemarahan selirnya, namun alih-alih reda, ampeyan ini semakin mengambek. Bibir manis itu memberengut.

“Aku tidak main-main, Kangmas. Sebagai demang terkemuka, benarkah Kangmas tidak dapat memilih hal yang sesungguhnya mudah?” Nimas Lembah merungut-rungutkan wajah.

“Memilih?”

“Suruh Yunda Mila balik Mataram. Kita hidup rukun, tenteram, penuh cinta dan damai,” Selir gandes itu dengan luwes melingkarkan tangannya ke leher suaminya.

“Atau Kangmas menginginkan aku bunuh diri?” sambungnya menanting.

“Tapi..”

BERSAMBUNG: Sandyakala Ratu Malang-Bagian 018

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News

Advertisement

Harian Jogja

Video Terbaru

Berita Lainnya

Advertisement

Harian Jogja

Berita Pilihan

Advertisement

alt

Menteri Imigrasi & Pemasyarakatan Sebut Rehabilitasi Narkoba untuk Kurangi Kelebihan Kapasitas Lapas

News
| Rabu, 30 Oktober 2024, 07:37 WIB

Advertisement

alt

Rekomendasi Makanan Ramah Vegan

Wisata
| Minggu, 27 Oktober 2024, 08:47 WIB

Advertisement

Advertisement

Advertisement