Advertisement
Cerita Bersambung Sandyakala Ratu Malang: Bagian 002
Advertisement
Begawan Sempani menyuruh lima orang prajurit itu menanti sebentar sambil menikmati air teh panas dengan camilan gula kelapa, jagung rebus, gembili dan kimpul.
Mereka selain penat di perjalanan, juga lapar. Maka hidangan sederhana ini disantap beramai- ramai dengan rahap.
Advertisement
“Silakan mengaso sebentar. Saya berkemas-kemas,” ujar Begawan Sempani.
“Baik, panembahan.”
Pengasuh padepokan itu berjalan ke senthong kanan, masuk ke sanggar pamujan, tempat ia dan putranya melakukan semadi. Sang Begawan yang sudah renta dengan jenggot dan rambut memutih itu mencuci kaki dan tangan, kemudian masuk ke dalam surau.
Sebagaimana biasa, ia selalu melantunkan puja-puji kepada Yang Maha Tunggal, khusus malam itu sekalian memohon kekuatan untuk menghadapi peristiwa yang akan dialaminya.
Ada semacam duta panglawung, firasat yang kurang mengenakkan, entah apa bentuknya.
BACA JUGA: Cerita Bersambung Sandyakala Ratu Malang: Bagian 001
Tidak lama berselang, dari luar tampak seorang pemuda berjalan tergesa masuk gapura. Dengan mata tajam sekilas pemuda itu memandang lima orang punggawa yang masih menikmati andrawina di gandok depan, lalu tanpa memedulikan mereka ia langsung masuk senthong kiri. Para prajurit itu terpana, tidak mereka sangka di tempat sunyi ini ada seorang anak muda tampan. Tubuhnya yang tak berbaju kelihatan kokoh dengan kulit halus nemugiring, sepasang lengannya tampak kuat, dan wajahnya menyiarkan aura wibawa tampak bersinar di jelang wayah sepi wong.
“Hm. Elok benar anak muda itu,” seru seorang di antara para prajurit yang berdahi
lebar.
“Mungkin cantrik padepokan,” timpal prajurit kedua sambil mengunyah jagung rebus.
Sementara itu, teruna tampan yang menjadi perbincangan langsung menuju bilik sanggar pratapan. Ia menanggalkan busar yang semula diselendangkan di bahu kanannya dan melepaskan pundi-pundi anak panah yang bergantung di punggung. Dengan tergesa ia mencuci kaki, kedua tangan, telinga dan wajah, lalu menaiki tangga surau.
Dilihatnya Begawan Sempani bersila dengan wajah riyom. Untuk sejenak pemuda itu memandangi kepala sang Begawan yang penuh uban dengan takjub sekaligus trenyuh.
Memang sepintas melihat pendeta tua itu khusyuk dalam tafakur akan timbul rasa hormat.
Meski tubuhnya kurus namun sama sekali tidak ada keriput, bahkan wajahnya kemerahan seperti bayi. Napasnya lembut bebas lepas tanpa beban menunjukkan pendeta itu manusia permana wasis sidik paningal.
Lengan kanannya memeluk pusar, dan lengan kiri ditumpangkan di atas bahu kanan.
Kedua kaki bersilang dengan kedua telapak terlentang di atas paha. Bibirnya mengarah senyum, mata separuh terkatup dengan pandangan tertuju ke hidung. Dalam jarak dua meter terasa hawa hangat keluar dari tubuhnya, dan bagi seorang terlatih macam murid begawan itu akan kelihatan sinar biru kehijauan berkerdipan di atas kepalanya.
Pemuda tampan itu menyembah taklim dan mendadak Begawan Sempani membuka mata seolah sungkem muridnya menariknya kembali dari alam awang-uwung. Sejenak sang begawan memandangi muridnya penuh kasih.
BERSAMBUNG: Sandyakala Ratu Malang: Bagian 003
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News
Berita Lainnya
Berita Pilihan
Advertisement
Advertisement
Asyiknya Camping di Pantai, Ini 2 Pantai yang Jadi Lokasi Favorit Camping Saat Malam Tahun Baru di Gunungkidul
Advertisement
Berita Populer
- Jadwal DAMRI ke Pantai Parangtritis, Pantai Baron, Candi Prambanan, Tinggal Pilih
- Jadwal SIM Keliling di Gunungkidul, Rabu 8 Januari 2025, Lokasi Toserba Sambipitu Patuk
- Prakiraan Cuaca di Jogja Rabu 8 Januari 2025, BMKG: Jogja-Sleman Hujan Disertai Petir
- Jadwal SIM Keliling di Kulonprogo Hari Ini di Mal Pelayanan Publik, Rabu 8 Januari 2025
- Biar Enggak Kehujanan, Naik Trans Jogja Saja, Cek Jalur dan Rutenya di Sini
Advertisement
Advertisement