Advertisement
Cerita Bersambung Sandyakala Ratu Malang: Bagian 004
Advertisement
004
“Jangan, Ngger. Ki Demang memanggil rama. Engkau di sini memimpin para pamanmu petani mengolah sawah, hati-hati menjaga bendungan. Sekarang musim rendheng. Kalau sampai galengan pecah, kasihan nasib sanak kadang kita. Sudahlah, cah bagus, ramamu pergi.”
Advertisement
“Sugeng tindak.” Panuluh menundukkan muka dalam-dalam.
“Gusti memberkatimu, anakku.”
BACA JUGA: Cerita Bersambung Sandyakala Ratu Malang: Bagian 001
Begawan Sempani menuruni anak tangga diikuti Damar Panuluh. Anak muda ini tak rela ramandanya pergi. Namun sang ayah melarang ia serta, dan bagaimana ia berani membantah? Pemuda itu dengan tatapan kosong melihat ramandanya menolak naik usungan yang disiapkan. Sambil tersenyum Begawan Sempani juga menampik menunggang kuda. Ia memilih jalan kaki.
“Paman sekalian tidak perlu repot. Ramaku mana mau menyiksa manusia dengan duduk enak-enak di dalam joli sementara kalian memikulnya. Beliau juga tidak suka menunggang kuda. Kalian tak usah gelisah, larikan kudamu secepatnya ke kademangan, rama tidak akan tertinggal,” ujar Panuluh ditanggapi para prajurit dengan saling pandang.
BACA JUGA: Cerita Bersambung Sandyakala Ratu Malang: Bagian 002
Mereka menyangka anak muda itu omong kosong. Dua orang prajurit tersenyum geli. Tapi senyum mereka hilang tatkala Begawan Sempani dengan halus menyuruh mereka naik kuda.
“Silakan pergunakan kuda kalian. Biarkan aku berjalan.”
“Tapi kita akan terlambat, dan Ki Demang akan murka kepada kami jika kita datang tak tepat waktu. Dengan berkuda saja baru setelah matahari sepenggalah kita sampai kademangan. Apalagi jalan kaki, barangkali kita ….”
“Larikan kuda kalian paman,” sergah Panuluh sambil menepuk pangkal paha kelima kuda yang meringkik lalu melompat ke depan tanpa dapat ditahan para penunggangnya.
Damar tidak dapat menahan tawa, sementara Begawan Sempani menggeleng-gelengkan kepala.
BACA JUGA: Cerita Bersambung Sandyakala Ratu Malang: Bagian 003
Pendeta tua itu menggunakan kasektennya dan tubuhnya seolah terbang menyusul kuda yang berlari kencang. Untuk terakhir kali Damar berlutut menyembah ke arah ramanya.
Sampai lama pemuda itu bersila di depan gapura, dan baru berdiri ketika Godor menghampiri.
“Ramamu sudah pergi. Mari kita masuk ke pondok.”
Panuluh bagaikan tersadar dari alam mimpi. Ia memandang getir wajah pelayan tua yang setia itu dengan mata berkaca-kaca.
“Paman, hari ini aku akan bersemadi. Memanjat doa, memohon Hyang Wisesa, semoga rama baik-baik saja. Aku di sanggar pamujan sampai besok pagi.”
Panuluh berdiri, meregangkan otot sebentar, lalu masuk surau. Godor memandang penuh haru. Ia memuji dalam hati akan sikap bekti seorang anak terhadap ayahnya. Ia sendiri maklum, betapa saktinya Begawan Sempani, maka tidak ada yang harus dicemaskan.
Akan halnya lima orang prajurit utusan Ki Suradipa marah sekali ketika kuda mereka lari kesetanan karena tepukan pemuda tampan itu. Mereka sekuat tenaga mencoba menenangkan tapi kuda-kuda itu bagaikan gila terus mencongklang. Sambil memaki-maki mereka mengarahkan ke jurusan Tembayat. Tiba-tiba mereka dikejutkan suara penuh wibawa di dekat telinga.
“Tidak ada yang salah dengan kuda-kuda kalian. Kalau kalian terus memaki, tentu akan terlempar. Hati-hati.” Mendengar suara ini mereka menengok, dan mulut mereka menganga.
BERSAMBUNG: Bagian 005
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News
Berita Lainnya
Berita Pilihan
Advertisement
Menteri Imigrasi & Pemasyarakatan Sebut Rehabilitasi Narkoba untuk Kurangi Kelebihan Kapasitas Lapas
Advertisement
Advertisement
Berita Populer
- Peringati Sumpah Pemuda, Karang Taruna Rejowinangun Gelar Rejowinangun Fest 2024
- Ruang Melamun Bisa Jadi Rekomendasi Toko Buku Lawas di Jogja
- BKAD Kulonprogo Terbitkan SPPT, Nilai Pajak Bandara YIA Tahun 2024 Rp16,38 Miliar
- Grand Zuri Malioboro Corporate Gathering Nobar Home Sweet Loan
- Pilkada 2024: Politik Uang Tak Pengaruhi Preferensi Pemilih di Kota Jogja
Advertisement
Advertisement