Advertisement
AS Selidiki Email Palsu Bermuatan Malware Diduga Terkait China

Advertisement
Harianjogja.com, JAKARTA—Pemerintah Amerika Serikat (AS) tengah menyelidiki kasus email palsu yang mengatasnamakan seorang anggota Partai Republik dan berisi malware, yang diduga digunakan China untuk mengakses informasi perundingan dagang pemerintahan Donald Trump dengan Beijing.
Mengutip Reuters, Senin (8/9/2025), email bermuatan malware itu tampak dikirim pada Juli lalu oleh Anggota DPR AS John Moolenaar kepada sejumlah asosiasi perdagangan, firma hukum, serta lembaga pemerintah di AS.
Advertisement
Menurut para analis siber, serangan itu ditelusuri berasal dari kelompok peretas APT41 yang diyakini memiliki keterkaitan dengan intelijen China. Moolenaar, yang dikenal sebagai pengkritik keras Beijing, kini menjabat sebagai ketua komite kongres yang fokus pada persaingan strategis AS-China, termasuk ancaman terhadap keamanan nasional.
Email palsu tersebut disebut sebagai bagian dari operasi peretasan terbaru yang dikaitkan dengan Beijing. Tujuannya untuk memperoleh informasi terkait rekomendasi kepada Gedung Putih dalam perundingan dagang sensitif.
Kedutaan Besar China di Washington menanggapi dengan menyatakan tidak mengetahui detail kasus itu. Pihaknya menegaskan semua negara menghadapi serangan siber yang sulit dilacak.
BACA JUGA: Makanan Pendamping ASI dan Buah Terbaik untuk MPASI
“China dengan tegas menentang dan memerangi segala bentuk serangan maupun kejahatan siber. Kami juga menolak keras upaya menyudutkan pihak lain tanpa bukti kuat,” demikian pernyataan resmi melalui email.
Mengutip WSJ, email itu pertama kali dikirim menjelang perundingan dagang AS-China di Swedia, yang kemudian menghasilkan perpanjangan gencatan senjata tarif hingga awal November.
Pada periode itu, Presiden Donald Trump dan Presiden Xi Jinping dijadwalkan bertemu dalam sebuah konferensi ekonomi di Asia. Isi email menampilkan ajakan untuk meninjau rancangan undang-undang terlampir dengan kalimat: ‘Pandangan Anda sangat penting’.
Apabila lampiran dibuka, malware di dalamnya berpotensi memberi akses luas kepada peretas terhadap lembaga atau kelompok sasaran. Namun, hingga kini belum dapat dipastikan apakah upaya peretasan tersebut berhasil. WSJ melaporkan, Kepolisian Capitol sedang menyelidiki kasus ini, meski menolak memberikan komentar.
FBI dalam pernyataannya kepada Reuters menyebut pihaknya sudah mengetahui kasus tersebut dan tengah bekerja sama dengan mitra terkait untuk mengidentifikasi serta mengejar pelaku. Dalam pernyataan terpisah kepada WSJ, Moolenaar menilai serangan ini sebagai bukti lain dari operasi siber China untuk mencuri strategi AS.
“Kami tidak akan gentar,” tegasnya.
Kasus ini terungkap setelah staf di komite yang dipimpin Moolenaar menerima sejumlah pertanyaan janggal terkait email tersebut, menurut sumber WSJ.
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News
Sumber : Bisnis.com
Berita Lainnya
Berita Pilihan
Advertisement
Advertisement
Advertisement
Berita Populer
Advertisement
Advertisement