Jangan Sembarangan Memelihara Ikan
Advertisement
Harianjogja.com, JOGJA—Tidak semua jenis ikan bisa dipelihara di Indonesia. Salah satunya jenis ikan aligator. Pemelihara ikan yang dianggap merusak ekosistem tersebut dianggap melanggar peraturan pemerintah.
Piyono, seorang kakek berusia 61 tahun, dijerat hukuman lima bulan penjara karena memelihara ikan aligator. Dalam sidang putusan yang digelar di Pengadilan Negeri Malang 9 September 2024 lalu, hukuman tersebut lebih rendah tiga bulan dari tuntutan awal Jaksa Penuntut Umum (JPU). Piyono dianggap melanggar pasal 88 juncto pasal 16 ayat 1 UU Nomor 31 Tahun 2004, tentang Perikanan dan Peraturan Menteri Kelautan dan Perikanan Nomor 19 Tahun 2020.
Advertisement
Piyono yang sudah lansia sempat menangis saat mendengarkan putusan hukuman penjara lima bulan tersebut. Dia tidak mengetahui ada aturan yang melarang memelihara ikan aligator. Jaksa Penuntut Umum (JPU) Kejari Kota Malang, Suud, mengatakan tuntutan tersebut dinilai sudah memenuhi rasa keadilan.
BACA JUGA : DBD Mulai Merajalela di DIY, Ini Dia Strategi Dinkes
"Jadi tuntutan itu delapan bulan jadi lima bulan. Kalau soal putusan itu aturan sudah melalui pertimbangan yang kami pikirkan matang-matang, dan kami menganggap putusan ini sudah memenuhi keadilan dan kalau dicek sudah termasuk ringan menurut kami," kata Suud beberapa waktu lalu.
Piyono membeli ikan aligator pada 16 tahun lalu sebanyak delapan ekor. Harganya Rp10.000 per ekor. Ikan tersebut dipeliharanya hingga tersisa lima ekor dengan panjang sekitar satu meter di dalam kolam khusus. Pihak keluarga tidak mengetahui jika ada undang-undang yang melarang warga memelihara ikan tersebut.
Kepala Museum Biologi UGM yang juga pakar Herpetologi, Donan Satria Yudha, mengatakan bahwa ada beberapa spesies ikan aligator. Ikan-ikan itu bukan berasal dari perairan Indonesia, melainkan perairan benua Amerika. “Saya enggak tahu masuk Indonesia-nya mulai kapan, yang jelas itu pasti ikan peliharaan karena bentuknya seperti buaya tapi tidak berbahaya, jadi menarik untuk dipelihara,” kata Donan.
Ikan aligator termasuk ikan yang rakus, karena tingkat pendewasaan saluran pencernaannya sangat cepat. Sehingga ketika sudah tidak bergantung pada kuning telurnya, dia akan menghabiskan banyak makanan. Oleh sebab itu, kemudian banyak pemelihara ikan aligator yang tidak kuat memberi makan sehingga dilepaskan ke alam liar. “Karena tidak bisa diberi pakan pelet, makanannya itu daging seperti ikan-ikan kecil,” katanya.
Kemungkinan lain bisa juga ikan tersebut lepas ketika pemelihara sedang membersihkan akuariumnya.
Ancaman Serius
Ada beberapa kondisi yang membuat ikan aligator menjadi ancaman serius untuk ekosistem perairan lokal. Kepala Museum Biologi UGM yang juga pakar Herpetologi, Donan Satria Yudha, mengatakan kondisi pertama karena ikan aligator ini merupakan salah satu predator puncak di ekosistem air.
Di samping itu, ikan tersebut juga memiliki karakter oportunistik. Dia akan memakan apa saja yang ada di sekitarnya dari udang, algae, kepiting, sampai ikan-ikan lain yang lebih kecil. “Jadi pasti jelas akan mengalahkan ikan-ikan lokal, apalagi ikan-ikan yang memiliki pakan spesifik,” kata Donan.
Proses perkembangbiakannya juga sangat cepat, sehingga dalam waktu singkat dia bisa menguasai sebuah perairan. Satu induk betina saja dalam setahun bisa menghasilkan 400 ribu telur. Jika setengahnya saja yang menetas dan tumbuh menjadi dewasa, maka ada 200 ribu ikan aligator dewasa di sebuah perairan hanya dari satu indukan betina dewasa.
BACA JUGA : Menanam Sayuran, Menuju Mandiri Pangan
Bahkan tidak hanya itu, telur ikan aligator juga mengandung racun. Ini menjadi ancaman tersendiri bagi ikan atau hewan lokal lain yang memakan telurnya. “Sehingga ikan atau reptil lain juga tidak bisa mengendalikan populasinya secara alami,” katanya.
Pendewasaan saluran pencernaannya sangat cepat, membuat ikan aligator menjadi sangat rakus sehingga menjadi kompetitor berat juga untuk ikan-ikan lokal. Ikan ini juga kuat hidup di perairan yang kadar oksigennya rendah, karena gelembung renangnya memiliki jaringan sel darah yang kompleks mirip dengan paru-paru. “Itu sangat-sangat berpotensi invasif, potensi invasifnya sangat tinggi,” kata Donan.
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News
Berita Lainnya
Berita Pilihan
Advertisement
Libur Natal dan Tahun Baru, Hampir 500 Ribu Kendaraan Telah Keluar dari Jabodetabek
Advertisement
Mulai 1 Januari 2025 Semua Jalur Pendakian Gunung Rinjani Ditutup
Advertisement
Berita Populer
- Amankan Natal dan Tahun Baru, Polresta dan Satpol PP Jogja Kerahkan Ratusan Personel
- DIY Bakal Kedatangan 9,4 Juta Orang, Ribuan Personel Diterjunkan Amankan Libur Akhir Tahun
- Diduga Bekerja ke Kamboja Secara Non Prosedural, Imigrasi Yogyakarta Cegah Keberangkatan 3 WNI
- Sepekan Belum Ditemukan, Pencarian Korban Sungai Mbelik Bantul Dihentikan
- DPRD DIY Gelar Wayang Kulit Duryudana Gugur, Ajak Masyarakat Renungkan Nilai Kepemimpinan
Advertisement
Advertisement