Advertisement

Ngobrol Bareng Steve Jaggi, Produser Australia yang Tertarik Bikin Film di Jogja

Sirojul Khafid
Rabu, 12 Juni 2024 - 21:17 WIB
Mediani Dyah Natalia
Ngobrol Bareng Steve Jaggi, Produser Australia yang Tertarik Bikin Film di Jogja Steve Jaggi (kanan) di Kantor Harian Jogja, Jogja, Senin (10/6/2024). - Harian Jogja/Sirojul Khafid

Advertisement

Harianjogja.com, JOGJA—Produser Film asal Australia, Steve Jaggi, tertarik membuat film drama percintaan di Indonesia. Menurutnya, Indonesia merupakan tempat yang unik dan wujud dari toleransi.

Pada Juni 2024 ini, Steve berkunjung ke Indonesia untuk yang kedua kalinya. Kali ini, kunjungan Steve dalam rangka gelaran Festival Sinema Australia Indonesia (FSAI). Festival tahunan yang sudah menginjak usia ke-9 tersebut berlangsung di sepuluh kota yaitu, Jakarta, Bandung, Jogja, Padang, Mataram, Surabaya, Makassar, Manado, Samarinda, dan Balikpapan. Gelaran tahun 2024 menjadi spesial lantaran sekaligus peringatan 75 tahun hubungan diplomatik Australia dan Indonesia.

Advertisement

Baca Juga: Kerja Sama FSBK UAD & Kedubes Australia Hadirkan Produser Steve Jaggi untuk Berbagi Pengalaman

Berlangsung dari 31 Mei hingga 23 Juni 2024, khusus di Jogja, ada empat film yang bisa masyarakat nikmati secara gratis di XXI Ambarukmo Plaza. Empat film tersebut yaitu Blueback, Love is in the Air, Scary Girl, dan Petualangan Sherina 2. Love is in the Air merupakan film Steve yang sebelumnya sudah tayang di Netflix.

Baca Juga: Pertemukan Film Indonesia dan Australia di FSAI 2024

FSAI ingin menyampaikan pesan utama berupa eksplorasi sinematis Australia dan Indonesia. Melalui festival ini, masyarakat Indonesia bisa melihat sineas Australia yang berbakat. Ada pula film dari Mira Lesmana berjudul Petualangan Sherina 2. Mira merupakan filmmaker asal Indonesia yang merupakan alumni sekolah di Australia.

Dalam rangkaian acara ini, pria berusia 44 tahun ini menjadi tamu dalam masterclass di Universitas Ahmad Dahlan (UAD) Jogja. Setidaknya 460 peserta, yang 300 orang di antaranya datang secara offline, mendengarkan ilmu dan pengalaman dari Steve. “Masterclass ini untuk menginspirasi pelajar dan mahasiswa muda, agar mereka bisa mempertimbangkan karir di masa depannya, memperoleh gambaran pengalaman dari filmmaker, yang mudah-mudahan suatu saat nanti bisa terjun di industri film,” kata Steve.

Baca Juga: Festival Sinema Australia Indonesia 2024 Merayakan 75 Tahun Hubungan Diplomatik Australia Indonesia

Steve merupakan produser film berkebangsaan Australia-Kanada yang menjadi pembawa acara serta produser serial remaja Netflix 12 episode, Dive Club. Dia juga menjadi produser film remaja Swimming for Gold yang tayang di Hulu. Filmnya yang lain, Rip Tide, tayang perdana di Festival Film Sydney tahun 2017. Film tersebut kemudian diakuisisi oleh Netflix. Sejauh ini, Steve sudah memproduseri 59 film dan serial dan menyutradarai enam film dan serial.

Dalam kunjungannya ke Jogja, Steve dan jajaran dari Kedutaan Besar Australia untuk Indonesia berkunjung ke Kantor Harian Jogja. Dia banyak bercerita pengalamanya di dunia sinema, serta potensi film Indonesia ke depan. Berikut laporannya.

Hai Steve, apa saja yang tadi dibagikan dalam sesi masterclass FSAI di UAD Jogja?

Dalam semangat FSAI, masterclass menjadi ruang untuk berbagi inspirasi pada pelajar dan mahasiswa muda, agar mereka bisa mempertimbangkan karir di masa depannya. Saya berbagi pengalaman dalam dunia film, mudah-mudahan kami bisa saling belajar.

Kami juga berbagai gambaran di dunia film, tentang potensi pekerjaan yang bisa dipilih. Industri film ini memberikan banyak peluang.

Saya lihat sekilas, banyak filmmu yang bertema cinta, kenapa memilih tema itu?

Sebenarnya saya banyak membuat film dari berbagai genre, tapi memang sejak pandemi Covid-19, banyak permintaan film dan serial tentang cinta. Saya suka membuat film yang bisa memberikan unsur positif serta petualangan. Saya dekat dengan petualangan sejak kecil, kakek saya merupakan pilot pesawat di masa Perang Dunia 2.

Melalui film, saya suka membuat orang bahagia, dan mengingatkan orang bahwa hidup ini indah. Maka banyak film saya yang banyak memiliki dua elemen itu, cinta dan petualangan.

Sebagai produser, bagaimana kamu memilih suatu cerita layak untuk difilmkan?

Saya akan memilih cerita yang memiliki personal koneksi. Di samping itu, ada pula pertimbangan objektif, seperti potensi cerita tersebut bisa menginspirasi orang. Saya juga suka cerita yang seakan membawa penonton sedang berlibur ke tempat yang indah.

Apakah pernah menonton film Indonesia?

Saya pernah menonton film Indonesia, saat masih remaja, sekitar umur 23 tahun. Dan film itu cukup membekas di benak saya, judulnya Lewat Djam Malam [yang rilis tahun 1954 karya Usmar Ismail]. Bercerita tentang tentara yang pulang dari perang, namun dia mendapati rumahnya sudah berbeda. Ceritanya sangat kuat.

Apa yang bisa sineas lokal lakukan agar perfilman Indonesia semakin bagus?

Ada banyak sineas dan film Indonesia yang bagus. Tantangannya adalah merawat keunikan Indonesia, sekaligus menemukan koneksi cerita dengan penonton global. Contoh yang bagus yaitu industri film Korea Selatan. Mereka bisa membuat film yang sangat Korea, tetapi ceritanya bisa relate dan dinikmati oleh orang di seluruh dunia.

Menurut saya, Indonesia punya kekuatan keunikan itu, seperti film-film horror yang sangat Indonesia. Tantangannya adalah menjaga ke-Indonesia-an, tidak mengubah kultur, tapi membuat orang paham akan ceritanya.

Apakah Steve berminat bekerja sama atau membuat film di Indonesia?

Ya, saya tertarik bikin film Indonesia. Saya suka film tentang cinta dan petualangan, dan di sini (Jogja) punya latar tempat yang bagus. Ada dua candi yang bagus (Borobudur dan Prambanan) serta gunung berapi (Merapi). Latar tempatnya sudah bagus, tapi belum dapet ide ceritanya.

Indonesia juga menurut saya merupakan tempat yang banyak menyimbolkan toleransi. Contohnya ada dua candi (Candi Borobudur dan Prambanan), yang berdekatan namun berbeda (Borobudur merupakan candi Budha dan Prambanan merupakan candi Hindu).

Baik Steve, pertanyaan terakhir, boleh sebutkan tiga rekomendasi film, yang mempengaruhimu dalam membuat film?

Ya, tentu. Ada film Dances with Wolves [rilis tahun 1990 karya sutradara Kevin Costner], The Last of the Mohicans [rilis tahun 1992 karya sutradara Michael Mann], dan Lawrence of Arabia [rilis tahun 1962 karya sutradara David Lean].

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News

Advertisement

Harian Jogja

Video Terbaru

Advertisement

Harian Jogja

Berita Pilihan

Advertisement

alt

Kualitas Udara Jakarta Terburuk Ketiga Dunia Minggu Pagi Ini

News
| Minggu, 23 Juni 2024, 08:47 WIB

Advertisement

alt

Libur Iduladha, Warung Satai Klathak di Jogja Ini Diserbu Wisatawan

Wisata
| Kamis, 20 Juni 2024, 21:07 WIB

Advertisement

Advertisement

Advertisement