Advertisement
No Buy Challenge, Gerakan Melawan Ketidakpastian Ekonomi
Advertisement
Harianjogja.com, JOGJA—Sejak akhir tahun 2024, muncul gerakan No Buy Challenge 2025. Gerakan ini mengajak masyarakat untuk mengurangi atau tidak belanja barang dan jasa selama tahun 2025.
No Buy Challenge 2025 awalnya ramai di media sosial TikTok, dengan tagar #NoBuyChallenge telah digunakan lebih dari 50 juta kali. Gerakan semakin menyebar ke media sosial lainnya. Secara garis besar, No Buy Challenge merupakan tantangan pada masyarakat untuk mengurangi atau tidak berbelanja barang atau jasa.
Advertisement
Tantangan ini berlangsung sepanjang tahun 2025. Dalam pergerakan di media sosial, munculnya pemahaman ini lantaran banyak kebijakan dari pemerintah yang memberatkan masyarakat. Ada potensi munculnya banyak orang miskin baru. Fenomena ini dianggap sebagai respon masyarakat kelas menengah terhadap ekonomi yang semakin sulit serta ketidakpastian finansial.
Salah satu akun instagram @Casriani menjadi bagian dari kampanye No Buy Challenge 2025. Dalam salah satu unggahan akun milik Cempaka Asriani tersebut, dia mengurai sembilan daftar barang yang tidak dibeli atau dikurangi selama 2025. Barang-barang itu di antaranya cinderamata, air minum kemasan, kopi untuk dibawa pulang, dekorasi rumah musiman, hingga produk wajah dan perawatan kulit.
"Makeup atau skincare sebelum habis nggak usah beli. Jadi benar-benar sampai empty (kosong). Benar-benar dibuka jar-nya, bersihin korek-korek, kalau habis baru beli lagi," kata Cempaka yang memiliki 37.400 pengikut di akun Instagram.
Perempuan yang juga pemilik SARE Studio, brand fashion lokal berkelanjutan, mengatakan kampanye No Buy Challenge sejalan dengan kampanye pribadinya selama ini, agar masyarakat lebih bijak dalam berkonsumsi. Kampanye No Buy Challenge 2025 hanya momentum untuk mengutarakan kegelisahannya tentang konsumsi yang berlebihan.
Cempaka menyadari ketidakpastian ekonomi di 2025. Sikap bijak dalam berbelanja lebih dari sekadar merespons untuk bisa melepas diri dari perangkap dan hasutan iklan-iklan produk. "Ini masalah sudah ke mana-mana gitu loh, masalah ke mental health, karena semakin banyak kita punya barang enggak membuat kita makin bahagia. Jadi kita makin terperangkap akan banyaknya barang," katanya.
Cempaka mengaku satu dekade lalu, dirinya termasuk orang yang shopaholic atau orang yang kecanduan belanja. Dia tidak bisa mengendalikan diri untuk membeli barang. Barang-barang yang dibeli terutama terkait dengan fashion. Saat itu Cempaka masih bekerja di sebuah media fashion yang menuntut untuk tampil trendy sesuai perkembangan zaman. Namun pada 2014, dia mengalami sakit lambung akut, yang menurut diagnosis medis merupakan respons dari stres.
Gerakan No Buy Challenge bukan barang baru. Gerakan semacam ini, salah satunya gaya hidup minimalisme, sudah lebih dahulu menyebar. Gerakan tersebut memandu orang-orang yang ingin lebih sedikit memiliki barang, untuk semakin menaikkan nilai kehidupan.
Jangan Sebatas Ikut-Ikut, Pahami Esensi Gerakan
Gerakan No Buy Challenge, untuk mengurangi atau tidak membeli barang dan jasa, semakin menggeliat. Gerakan ini dianggap cocok untuk merespon rencana naiknya Pajak Pertambahan Nilai (PPN) menjadi 12% di Indonesia.
Bagi yang tertarik mengikuti gerakan No Buy Challenge, perlu cara tertentu dalam menjalaninya. Psikolog, Meity Arianty, mengatakan meskipun bertujuan untuk menciptakan gaya hidup lebih bijaksana, tren ini berpotensi memicu stres dan frustasi. Hal ini terutama bagi mereka yang terbiasa dengan pola belanja konsumtif.
Gangguan emosional tersebut muncul akibat pola pikir yang diterapkan selama mengelola keuangan. “Dalam mengelola keuangan, lakukan dengan perasaan yang nyaman dan senang,” kata Meity, Senin (30/12/2024).
Meity menyarankan masyarakat untuk tidak mengikuti tren ini dalam keadaan tertekan. Hal tersebut agar tidak menimbulkan gangguan emosional yang menghambat proses pengelolaan keuangan yang sehat. "Dengan kesadaran penuh, kita mengontrol keuangan. Bukan karena kesal semua harga barang naik, atau karena takut uangnya habis sehingga tidak bisa hidup besok hari," katanya.
Mengontrol keuangan, lanjut Meity, harus dilakukan dengan tujuan melatih diri agar tidak impulsif, serakah, dan mendahulukan ego dalam pengeluaran finansial. Penting untuk menyusun prioritas apa saja yang sangat perlu dibeli dan bukan sekadar nafsu sesaat. "Jika kita menerapkan pemikiran tersebut, kita tidak akan stres atau frustasi saat menghadapi tahun 2025," kata Meity.
Mengatasi Bahaya Belanja Berlebih
Psikolog mengingatkan perilaku doom spending atau belanja berlebihan bisa membahayakan apabila tidak segera disadari dan diatasi. Menurut Psikolog dari Universitas Gadjah Mada, Novi Poespita Candra, orang yang melakukan doom spending biasanya sedang stres, cemas, bosan, atau kesepian.
"Doom spending jika tidak disadari maka akan sangat berbahaya. Orang yang mengalami doom spending biasanya sedang mengalami stres, kecemasan, kebosanan, atau bahkan kesepian," katanya.
Orang yang berbelanja secara impulsif dan berlebihan, menurut dia, biasanya ingin mendapatkan kebahagiaan dengan mencari kesenangan atau kepuasan sementara. Orang yang demikian mungkin menjadikan kesenangan dari perilaku yang demikian sebagai penutup rasa sakit atau masalah yang sedang dihadapi. Namun, kondisi ini juga bisa membuat orang ingin terus melakukan tindakan-tindakan yang membuat mereka sedang dan merasakan kepuasan.
Oleh karena itu, Novi menyarankan orang yang terindikasi melakukan doom spending berusaha melatih diri untuk menemukan kebahagiaan dan ketenangan dengan cara yang sehat. "Manusia yang bahagia bukan yang selalu senang, tapi yang punya kecerdasan memaknai dengan positif setiap peristiwa, baik senang ataupun sedih," katanya.
Novi menyampaikan bahwa kebahagiaan bisa hadir saat melakukan hal baru atau mempelajari hal baru. Pencapaian dalam melakukan aktivitas dan kegiatan pembelajaran baru bisa menghadirkan kebahagiaan. Menurutnya, interaksi dan hubungan baik dengan keluarga dan teman serta kegiatan sosial juga bisa mendatangkan kebahagiaan.
Kesenangan dan kepuasan yang hadir secara alami melalui kegiatan-kegiatan semacam itu akan lebih bermakna. "Jika manusia bisa menemukan kebahagiaan sejati dengan kesadaran diri maka ia tidak akan mencari kesenangan dengan cara mengejar kehedonan dengan dopamine hit," kata Novi.
Dopamine adalah neurotransmitter, yang mengirimkan pesan dari satu sel saraf ke sel saraf yang lain. Peran senyawa kimia ini dalam fungsi otak mencakup kontrol gerakan, emosi, pembelajaran, memori, dan penyelesaian masalah. Kadar dopamine yang tinggi dapat menyebabkan kesulitan dalam mengendalikan impuls. Akibatnya, seseorang mungkin mengambil tindakan yang kemudian disesali atau melakukan tindakan agresif.
Anak Muda Habiskan Uang untuk Gaya Hidup
Generasi muda di Indonesia dianggap semakin melek literasi keuangan. Namun generasi tersebut menghabiskan uang untuk memenuhi gaya hidup.
Laporan ini berdasarkan riset OCBC NISP Financial Fitness Index (FFI) 2024 bersama lembaga riset Nielsen IQ. Adapun skor kesehatan finansial masyarakat Indonesia tahun 2024 sebesar 41,25. Skor tersebut relatif stabil jika dibandingkan dengan skor tahun 2023 pada 41,16. Director NielsenIQ Indonesia, Inggit Primadevi, mengatakan masih banyak pekerjaan rumah untuk mencapai kesehatan finansial pada masyarakat Indonesia.
"Walaupun terjadi kenaikan sedikit poin, masih banyak usaha yang perlu dilakukan untuk mencapai sehat finansial," kata Inggit, beberapa waktu lalu.
Inggit juga mengatakan tahun ini semakin banyak generasi muda Indonesia yang menyiapkan dana darurat untuk masa depan. Sayangnya, sebanyak 80 persen masyarakat sering mengeluarkan uang demi mengikuti gaya hidup. Terkadang sumber dana untuk pengeluaran impulsif diambil dari dana darurat.
Di sektor lain, sebanyak 57 persen dari generasi muda yang sudah berinvestasi berakhir dengan kerugian. Fenomena ini memperlihatkan ekonomi dan gaya hidup memiliki peran besar dalam menunjukkan eksistensi mereka sehari-hari.
Riset juga menemukan bahwa orang Indonesia lebih cenderung untuk menabung dana darurat daripada berinvestasi, terutama imbas goncangan ekonomi secara global. Namun masih banyak yang menabung dengan tujuan mendanai hobi dan untuk traveling.
"Setelah melewati dua tahun pandemi dan fase 'revenge spending', orang Indonesia harus lebih berhati-hati menjaga kondisi finansial mereka agar balance antara mengejar yang membuat bahagia dan finansial yang sehat," katanya.
OCBC Financial Fitness Index adalah riset tahunan dari OCBC untuk mengukur kesehatan finansial masyarakat Indonesia. Riset ini dibuat berdasarkan model OCBC Wellness Index Singapore. Para peneliti ingin memahami gambaran perilaku finansial orang Indonesia berdasarkan nilai dan aspirasi hidup, serta mengetahui sikap dan persepsi terhadap berbagai instrumen keuangan.
OCBC Financial Fitness Index 2024 mencakup lima wilayah di Indonesia meliputi wilayah Jabodetabek dan empat kota besar yaitu Medan, Bandung, Surabaya dan Makasar. Jumlah responden 1.241 berusia 25-35 tahun. Keseluruhan responden sudah memiliki pekerjaan dengan penghasilan di rentang Rp5 juta hingga Rp15 juta. Riset berlangsung selama Juni-Juli 2024.
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News
Berita Lainnya
Berita Pilihan
Advertisement
Advertisement
Asyiknya Camping di Pantai, Ini 2 Pantai yang Jadi Lokasi Favorit Camping Saat Malam Tahun Baru di Gunungkidul
Advertisement
Berita Populer
- Jadwal dan Lokasi Bus SIM Keliling Kota Jogja Senin 6 Januari 2025
- Jadwal Terbaru Bus Damri Senin 6 Januari 2025 dari Titik Nol Malioboro Jogja ke Pantai Baron Gunungkidul
- Prediksi Cuaca BMKG Senin 6 Januari 2025: DIY Hujan Ringan
- Jadwal Terbaru SIM Keliling Senin 6 Januari 2025 di Kulonprogo
- Pertigaan Ringin Kasongan Bantul Ditutup 4 Hari ke Depan, Ini Jalan Alternatifnya
Advertisement
Advertisement