Advertisement

Gelombang Panas Menelan Korban Jiwa

Sirojul Khafid
Kamis, 16 Mei 2024 - 07:57 WIB
Sunartono
Gelombang Panas Menelan Korban Jiwa Warga menutup sinar matahari yang menyinari muka saat matahari bersinar terik di musim kemarau. - Harian Jogja/Nina Atmasari

Advertisement

Harianjogja.com, JOGJA—Gelombang panas yang melintas di kawasan Asia menelan puluhan korban jiwa. Di Thailand, setidaknya tercatat 61 korban meninggal dunia terdampak gelombang panas.

Sejak awal tahun, gemlombang panas di Thailand cenderung meningkat hingga bulan Mei ini. Dalam periode pertama, Kementerian Kesehatan Masyarakat Thailand mengumumkan jumlah korban jiwa akibat gelombang panas sebanyak 37 orang. Kematian terus meningkat, hingga data terakhir menunjukkan jumlah korban meninggal sebanyak 61 orang.

Advertisement

Wakil Direktur Jenderal Departemen Pengendalian Penyakit (DDC), Apichart Vachiraphan, mengatakan bahwa sebagian besar korban jiwa akibat gelombang panas berada di wilayah Timur Thailand yaitu 33 orang. Di bagian tengah dan Barat mencatatkan 13 korban dan Utara 10 korban. "Korban bekerja keras di bawah terik matahari dan diperparah dengan seringnya mengkonsumsi alkohol," kata Apichart.

BACA JUGA : Jemaah Calon Haji Antisipasi Dampak Gelombang Panas di Arab Saudi

Apabila menghitung kematian akibat gelombang panas sejak 2018 hingga 7 Mei tahun ini di Thailand, totalnya sudah mencapai 200 orang. "Meskipun kadang-kadang hujan, serangan panas masih tetap ada di wilayah-wilayah yang bergulat dengan suhu yang melonjak, sehingga menimbulkan kegagalan organ dan kematian," katanya.

Gejala serangan panas bisa dilihat dari kulit kemerahan tanpa keringat, denyut nadi cepat, sakit kepala, pusing, kebingungan, dan bahkan tidak sadarkan diri. Untuk melindungi diri dari ancaman mematikan ini, masyarakat dan turis diminta untuk menghindari aktivitas di luar ruangan mulai pukul 11.00-15.00 waktu setempat. "Prioritaskan hidrasi, hindari kafein, alkohol, dan minuman manis, serta memilih pakaian longgar," kata Apichart.

Gelombang panas atau heatwave merupakan fenomena kondisi udara panas yang berkepanjangan. Kriteria gelombang panas terjadi selama lima hari atau lebih secara berturut-turut, dengan suhu maksimum harian di wilayah tersebut lebih tinggi dari 5°C atau lebih dari suhu maksimum rata-ratanya.

Fenomena gelombang panas ini umumnya terjadi di wilayah dengan lintang menengah hingga lintang tinggi, seperti di negara-negara Asia bagian Utara, Australia, Afrika bagian Selatan, Eropa, dan Amerika. Di Thailand, suhu maksimum mencapai 52°C.

Tidak hanya Thailand, negara Asia lain yang terkena gelombang panas seperti Bangladesh, Myanmar, India, China, dan Laos. Suhu panas di negara-negara itu lebih dari 40°C dan telah berlangsung dalam beberapa pekan ke belakang.

Bukan Gelombang Panas

Dalam pengukuran Badan Meteorologi, Klimatologi, dan Geofisika (BMKG), suhu maksimum harian di Indonesia tercatat mencapai 37,2°C. Secara umum suhu tertinggi yang tercatat di beberapa lokasi berada pada kisaran 34°C - 36°C.

Dalam menjelaskan gelombang panas, ada dua penjelasan dari BMKG yang saling melengkapi, yaitu penjelasan secara karakteristik fenomena dan penjelasan secara indikator statistik suhu kejadian. "Secara karakteristik fenomena, gelombang panas terjadi pada wilayah yang terletak pada lintang menengah hingga lintang tinggi, di belahan Bumi bagian Utara maupun di belahan Bumi bagian Selatan," kata BMKG, dikutip dari keterangan resminya, awal Mei ini.

Di samping itu, gelombang panas terjadi pada wilayah geografis yang memiliki atau berdekatan dengan massa daratan dengan luasan yang besar, atau wilayah kontinental atau sub-kontinental. Sementara itu, wilayah Indonesia terletak di wilayah ekuator, dengan kondisi geografis kepulauan yang dikelilingi perairan yang luas.

Selanjutnya, secara indikator statistik suhu kejadian, gelombang panas dalam ilmu cuaca dan iklim didefinisikan sebagai periode cuaca dengan kenaikan suhu panas yang tidak biasa yang berlangsung setidaknya lima hari berturut-turut atau lebih, sesuai batasan Badan Meteorologi Dunia atau WMO.

Untuk masuk kategori gelombang panas, suatu lokasi harus mencatat suhu maksimum harian melebihi ambang batas statistik, misalnya 5 derajat Celcius lebih panas, dari rata-rata klimatologis suhu maksimum. "Apabila suhu maksimum tersebut terjadi dalam rentang rata-ratanya dan tidak berlangsung lama maka tidak dikategorikan sebagai gelombang panas," tulis BMKG.

BACA JUGA : Gelombang Panas Melanda Asia, Ini Dampaknya di Indonesia Menurut BMKG

Dari penjelasan di atas, BMKG menjelaskan fenomena udara panas yang terjadi di Indonesia belakangan, jika ditinjau secara lebih mendalam dengan dua penjelasan di atas, tidak termasuk kedalam kategori gelombang panas. "Secara karakteristik fenomena, suhu panas yang terjadi di wilayah Indonesia merupakan fenomena akibat dari adanya gerak semu matahari, yang merupakan suatu siklus yang biasa dan terjadi setiap tahun, sehingga potensi suhu udara panas seperti ini juga dapat berulang pada periode yang sama setiap tahunnya," tulis BMKG.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News

Advertisement

Harian Jogja

Video Terbaru

Advertisement

Harian Jogja

Berita Pilihan

Advertisement

alt

Menteri Budi Arie Didesak Mundur Usai PDN Dibobol Hacker, Ini Respons Jokowi

News
| Rabu, 03 Juli 2024, 13:47 WIB

Advertisement

alt

Harga Tiket Masuk Museum Benteng Vredeburg dan Jam Buka

Wisata
| Sabtu, 29 Juni 2024, 16:37 WIB

Advertisement

Advertisement

Advertisement