Advertisement

Anak Muda Indonesia Makin Enggan Menikah dan Tidak Mau Punya Anak

Sirojul Khafid
Rabu, 13 Maret 2024 - 22:07 WIB
Maya Herawati
Anak Muda Indonesia Makin Enggan Menikah dan Tidak Mau Punya Anak Pernikahan - Ilustrasi - Freepik

Advertisement

Harianjogja.com, JAKARTA—Dalam data terbaru dari Badan Pusat Statistik (BPS) 2024, angka pernikahan di Indonesia terus menurun dalam enam tahun terakhir. Penurunan paling drastis terjadi dalam tiga tahun terakhir.

Sejak 2021 hingga 2023, angka pernikahan di Indonesia menyusut sebanyak dua juta. Kepala Badan Kependudukan dan Keluarga Berencana Nasional (BKKBN), Hasto Wardoyo, menjelaskan beberapa potensi penyebab jumlah pernikahan di Indonesia menurun. Salah satunya perbedaan tujuan antara laki-laki dan perempuan dalam menikah.

Advertisement

"Tujuan menikah itu ada tiga, security [keamanan], prokreasi [menghasilkan keturunan], dan rekreasi. Nah kalau naluri perempuan itu lebih ke security, perempuan kalau dicintai sepenuhnya, meskipun tidak punya anak akan tenang. Tetapi laki-laki kalau belum punya anak bisa gelisah terus," kata Hasto, dikutip dari Antara, Jumat (8/3/2024).

Hasto juga menambahkan pada umumnya tujuan pasangan menikah di Indonesia masih prokreasi atau untuk menghasilkan keturunan. Ia menyebutkan rata-rata usia perempuan yang menikah juga semakin mundur, dari 20 menjadi 22,3 tahun.

"Semakin tua orang menikah, padahal dulu-dulu menikah 20 tahun, tetapi sekarang perempuan menikahnya cenderung mundur, padahal semakin tua semakin menyebabkan stunting, kalau 35 tahun sudah tua sehingga anaknya berisiko stunting," katanya.

Tekanan orang-orang sekitar juga menjadi salah satu faktor yang membuat masyarakat tidak ingin melangsungkan pernikahan. "Kita ini kalau menikah di Indonesia pasti ada tekanan untuk mempunyai anak, karena kalau di Indonesia sudah menikah itu, saat Idulfitri misalnya, pasti ditanya sudah punya anak atau belum?" kata Hasto.

BACA JUGA: Ajukan Banding karena Putusan Hakim Dinilai Terlalu Ringan, JPU: Tuntutan Kami 8 Tahun

Berdasarkan data Sistem Informasi Manajemen Nikah (Simkah) dari Kementerian Agama (Kemenag), tercatat 1,5 juta pasangan muslim menikah pada 2023. Angka ini menurun jika dibandingkan dengan 2022 yang mencapai 1,71 juta pasangan. "Yang menikah tidak 1,5 juta, tetapi bisa jadi 1,7 juta kalau dihitung dengan yang nonmuslim, jadi kalau diperkirakan, sejak tahun 2020 angka pernikahan itu sekitar 1,7 juta sekian, baik muslim dan nonmuslim, tetapi di tahun 2023 ini memang turun," katanya.

Hasto menyoroti rata-rata umur remaja Indonesia melakukan hubungan seks pertama kali di usia 15-19 tahun yang semakin meningkat. Persentase perempuan berusia 15-19 tahun yang telah melakukan hubungan seksual tercatat 59%, sedangkan laki-laki 74%. "Jadi bisa kita lihat ya, menikahnya rata-rata 22 tahun, tetapi hubungan seksnya 15-19 tahun, jadi perzinaan kita meningkat. Ini pekerjaan rumah untuk kita semua, karena kalau pengetahuannya belum banyak bisa bahaya, kalau kawin terlalu muda, kanker mulut rahimnya berisiko tinggi," kata Hasto.

Tren Child Free

Dugaan alasan lain yang menyebabkan penurunan jumlah angka pernikahan di Indonesia juga karena munculnya tren child free atau hidup tanpa anak pada generasi muda atau Gen Z. Selain itu ada pula perubahan pola pikir modern di masyarakat. Hal ini menurut Psikolog Universitas Indonesia, Rose Mini Agoes Salim.

Berbeda dengan beberapa puluh tahun lalu, generasi muda kala itu menganggap pernikahan adalah tujuan utama kehidupan. Saat ini, sebagian anak muda menganggap kebiasaan lama tersebut sudah tidak selalu relevan. "Apa yang terjadi di zaman dahulu itu yang masih menganggap perkawinan menjadi salah satu tujuan dalam kehidupan ini sudah tidak terjadi saat ini," katanya.

Rose juga mengatakan dampak dari perubahan pola pikir modern pada masyarakat dipengaruhi tingkat status ekonomi yang masih rendah. Faktor itu juga turut berkontribusi menurunkan jumlah angka pernikahan di Indonesia. "Penyebabnya kan, memang bermacam-macam, misalnya saja mereka berpikir menikah maka harus siap tidak hanya dari psikologis atau jiwa tapi juga finansial," katanya.

Di era ini, menikah perlu biaya yang mahal, mulai dari mahar dan panai di beberapa adat pernikahan yang terjadi di Indonesia. Itu bisa dianggap memberatkan calon pasangan. Tidak jarang juga, ada keluarga yang menentukan “tarif” untuk meminang calon pasangan. Kebiasaan ini diduga menjadi penyebab utama para anak muda merasa berat untuk menikah.

Dari berbagai pertimbangan, sebagian anak muda lebih memilih mengejar karier atau ekonomi terlebih dahulu. Setelah mapan, barulah memikirkan pernikahan dan kehidupan setelahnya. "Sementara, di akhir-akhir ini kehidupan perekonomian masih susah, sehingga mereka kalau bekerja pun belum tentu bisa menghidupi dirinya sendiri, apalagi bertanggung jawab menghidupi istri dan anak, maka akhirnya mereka menunda agar keadaan bisa menjadi lebih baik," kata Rose.

 

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News

Sumber : Antara

Advertisement

Harian Jogja

Video Terbaru

Advertisement

Harian Jogja

Berita Pilihan

Advertisement

alt

PKB dan NasDem Gabung Koalisi Prabowo-Gibran, Anies Bilang Begini

News
| Sabtu, 27 April 2024, 15:17 WIB

Advertisement

alt

Sandiaga Tawarkan Ritual Melukat ke Peserta World Water Forum di Bali

Wisata
| Sabtu, 20 April 2024, 19:47 WIB

Advertisement

Advertisement

Advertisement