Pemberian ASI Eksklusif Perlu Ada Jaminan Lewat Regulasi
Advertisement
Harianjogjacom, JAKARTA—Tren pemberian Air Susu Ibu (ASI) secara ekslusif memang terus mengalami peningkatan dari tahun ke tahun. Meski demikian hingga saat ini belum ada regulasi yang menjamin ibu agar dapat memberikan ASI secara eksklusif kepada anaknya.
Berdasarkan data BPS, persentase pemberian ASI eksklusif mencapai 72,04% dari populasi bayi berusia 0-6 bulan pada 2022. Jumlah itu meningkat 0,65% dibandingkan 2021 di angka 71,58%. Adapun provinsi dengan persentase ASI eksklusif tertinggi yaitu NTB di angka 32,7%. Menariknya provinsi ini masih berada di urutan keempat stunting tertinggi.
Advertisement
BACA JUGA : Kafe Ini Picu Kontroversi karena Promosikan Kopi Susu dengan Campuran ASI
Berdasarkan data WHO lebih dari setengah miliar perempuan pekerja tidak mendapat perlindungan maternitas. Pada gelaran pekan ASI 2023 lalu, WHO mendesak peluang strategis untuk mengadvokasi hak pekerja untuk keberhasilan menyusui, termasuk cuti melahirkan minimal selama 18 pekan dan idealnya lebih dari 6 bulan.
Ketua Dewan Pimpinan Nasional (DPN) Bidang Kesehatan Perempuan dan Anak Repdem Rusmarni Rusli menilai anomali ASI ekslusif dan stunting harus menjadi perhatian pemerintah. Selama ini pemerintah menjadikan ASI ekslusif sebagai salah satu cara mengatasi stunting. Namun tidak memperhatikan dan memberikan jaminan bagaimana ibu bisa memberikan ASI tersebut dengan baik
"Selain itu ada persoalan lain yaitu kecukupan gizi. ASI saja tidak cukup bila asupan gizi tidak seimbang," katanya Senin (22/1/2024).
Ia menambahkan pemberian ASI eksklusif juga erat kaitan dengan hak perempuan, terutama perempuan pekerja yang hingga saat ini masih di abaikan oleh negara. Di satu sisi pemberian ASI eksklusif selama 6 bulan bisa mengatasi stunting namun sesuai dengan peratuan hak cuti melahirkan pegawai yang ditanggung negara hanya 3 bulan.
BACA JUGA : Bunda, Berikut Kiat-kiat Memberi Makanan Pendamping ASI pada Anak
Dengan demikian selama 3-4 bulan para ibu pekerja harus berjuang sendiri demi memberikan ASI, sehingga ada potensi gagal memberikannya selama enam bulan. Menurutnya ada sekitar 20% atau 10 juta perempuan bekerja di pabrik, sehingga diproyeksikan anak-anak dari 10 juta ibu ini beresiko tidak mendapatkan ASI secara ekslusif.
"Kami berharap pemerintah dan stakeholder dapat mengatasi persoalan ASI dan stunting dari akarnya seperti ekonomi, edukasi serta dukungan lingkungan yang baik untuk ibu. Karena itu regulasi yang melindungi perempuan terutama ibu bekerja ini sangat dibutuhkan," ujarnya.
Dokter Spesialis Anak Robert Soetandio mengatakan ASI memang menjadi asupan terbaik bagi bayi, sehingga hal itu sangat dibutuhkan. Akan tetapi dalam situasi tertentu pemberian susu formula kadang bisa menjadi alternatif dan hal ini banyak diterapkan bagi ibu melahirkan yang menhadapi persoalan medis.
"Saat di mana ibu menghadapi masalah medis kadang terhambat dalam memberikan ASI, sehingga diperbolehkan menggunakan susu formula, tetapi ASI memang asupan terbaik," ujarnya.
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News
Berita Lainnya
Berita Pilihan
Advertisement
Viral Ratusan Burung Pipit Ditemukan Mati di Bandara Ngurah Rai, Ini Penjelasan BKSDA
Advertisement
Ini Lima Desa Wisata Paling Mudah Diakses Wisatawan Menurut UN Tourism
Advertisement
Berita Populer
- Kampanye Terakhir Harda-Danang sapa Pendukungnya dengan Senam Sleman Sehat
- Masuk Masa Tenang, Satpol PP Gunungkidul Mulai Copoti APK Paslon
- BMKG DIY Prediksi Hujan Terjadi pada Hari Pemungutan Suara 27 November 2024
- Tersengat Listrik, Warga Nanggulan Kulonprogo Meninggal Dunia
- Anggaran Makan Bergizi Gratis di Gunungkidul Rp26 Miliar Masuk ke BTT APBD 2025
Advertisement
Advertisement