Advertisement
Bukannya untuk Anak-anak, Para Dukuh Ini juga Dijatah Uang Fitrah
Advertisement
Harianjogja.com, JOGJA—Momen Lebaran selalu dimeriahkan dengan tradisi bagi-bagi fitrah atau uang kepada anak-anak. Namun ada yang unik di Wonogiri.
Selain memberi uang kepada anak-anak, warga di sejumlah wilayah di Kabupaten Sukses juga memberi fitrah kepada kepala dusun (kadus) atau dukuh.
Advertisement
Tradisi itu sebagai bentuk penghormatan kepada kadus yang menjadi tokoh masyarakat itu. Proses pemberian fitrah kepada kadus pun ada mekanismenya tersendiri. Tradisi unik ini bukan sekadar proses menyerahkan uang, tetapi memiliki makna.
Penasaran bagaimana tradisi ini dijalankan di Wonogiri? Berikut ulasannya dilansir dari Solopos.com-jaringan Harianjogja.com.
Salah satu desa yang masih melestarikan tradisi memberi fitrah kepada kadus adalah Desa Tanggulangin, Kecamatan Jatisrono.
Baca juga: Lebaran Lewat, Arus Mudik di Terminal Giwangan Masih Berlangsung
Warga Desa Tanggulangin, Nandar Suyadi, mengatakan warga desanya masih melakukan tradisi fitrah Jawa atau memberikan fitrah kepada kadus setempat saat Lebaran.
Tradisi itu sudah berlangsung lama sejak zaman dulu. Pemberian fitrah itu dilakukan sebagai ungkapan terima kasih kepada kadus yang telah memimpin warganya dengan baik.
“Kalau di sini, setiap keluarga memberikan fitrah senilai Rp20.000 kepada kadus. Saya tanya di beberapa wilayah lain juga nilainya segitu per keluarga,” kata Yadi saat dihubungi Solopos.com, Minggu (23/4/2023).
Tidak diketahui pasti bagaimana awal mula tradisi itu ada. Sepengetahuan dia, kadus zaman dulu seperti lurah. Kadus memiliki pengaruh cukup besar di wilayah yang dipimpinnya sehingga dihormati warga.
Pemberian fitrah dilakukan oleh para kepala keluarga di rumah kades secara bersamaan melalui proses tertentu. Selepas proses pemberian fitrah itu biasanya dilanjutkan acara halalabihalal atau maaf-maafan.
Tradisi itu juga untuk memupuk kebersamaan warga dusun. Meski nilai uang yang diberikan kepada kadus tak seberapa, tetapi bagi warga yang lebih utama adalah kerukunanannya.
Cuci Alat Pertanian
Pada zaman dahulu, tradisi ini didahului proses mencuci alat pertanian yang dilakukan warga. Proses itu sebagai wujud rasa syukur kepada Tuhan Yang Maha Esa atas limpahan rezeki melalui hasil pertanian.
Selain itu sebagai bentuk terima kasih kepada alat pertanian yang membantu para petani mengolah sawah hingga akhirnya bisa memanen hasil pertanian.
Namun, sekarang proses itu sudah jarang dilakukan. Warga yang melakukan tradisi itu tinggal orang-orang tertentu.
“Biasanya, fitrah Jawa itu didahului dengan proses mencuci peralatan pertanian dulu di rumah masing-masing. Dulu tradisi itu masih banyak yang melakukan, sekarang sudah berkurang, tinggal beberapa orang tua yang bertani saja,” ujar dia.
Warga Desa Tanggulangin yang masih melakukan pencucian alat pertanian saat Lebaran yaitu Siman Nurhadi. “Biasanya dilakukan di depan rumah. Ada yang mencuci pakai kembang juga,” kata dia.
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News
Sumber : Solopos
Berita Lainnya
Berita Pilihan
Advertisement
Advertisement
Bali Masuk 20 Besar Destinasi Wisata Terbaik di Asia Tahun 2025
Advertisement
Berita Populer
- Teras Malioboro 2 Mulai Dikosongkan, 375 Pedagang Belum Ambil Undian
- 890 Sapi Terjangkit PMK, Pemkab Gunungkidul Belum Akan Tutup Pasar Hewan
- Terdampak SE dari Pemerintah Pusat, Proyek Infrastruktur di Bantul Baru Bisa Dimulai Mei 2025
- Bantah Memberangus Serikat Pekerja, Tarumartani Pekerjakan Kembali Karyawan Sempat di-PHK
- 3 Mobil Terlibat Kecelakaan Beruntun di Jalan Kaliurang Sleman, Tabrak Toko hingga ATM
Advertisement
Advertisement