Advertisement

Mengenal Cardiac Arrest, Diduga Jadi Penyebab Kematian di Tragedi Itaewon

JIBI
Selasa, 01 November 2022 - 07:37 WIB
Lajeng Padmaratri
Mengenal Cardiac Arrest, Diduga Jadi Penyebab Kematian di Tragedi Itaewon Tangkapan layar tragedi saat perayaan Halloween di Itaewon. - Bisnis.com

Advertisement

Harianjogja.com, SOLO—Dalam tragedi Pesta Halloween di Itaewon, Seoul, Korea Selatan, lebih dari 150 orang meninggal dunia. Korban meninggal dunia tersebut diduga mengalami cardiac arrest alias henti jantung.

Pesta Halloween tersebut merupakan yang pertama kali digelar dalam tiga tahun setelah pemerintah Korea Selatan mencabut pembatasan Covid-19 dan larangan berkumpul. Itaewon sendiri merupakan distrik yang populer di kalangan muda Korea Selatan dan orang asing.

Advertisement

Di peristiwa yang terjadi pada Sabtu (29/10/2022) sekitar pukul 22.00 waktu setempat itu, banyak korban meninggal dunia karena mengalami sesak napas akibat berdesak-desakan.

Dari kabar yang beredar, ratusan korban meninggal dunia dalam tragedi Itaewon tersebut dikarenakan cardiac arrest atau henti jantung. Kondisi apa itu?

Mengutip Hellosehat.com melalui Solopos.com, Selasa (1/11/2022), cardiac arrest merupakan kondisi jantung yang tiba-tiba berhenti berdetak. Akibatnya, darah berhenti dipompa dari jantung menuju organ vital lainnya, seperti otak, hati, dan paru-paru.

Kondisi ini membuat penderitanya tidak bisa bernapas normal, tidak sadarkan diri, hingga berhenti bernapas. Saat jantung berhenti, suplai darah dan oksigen juga berkurang sehingga bisa menyebabkan kerusakan otak. Bahkan, bisa terjadi kematian atau kerusakan otak permanen dalam 4-6 menit.

Gejala cardiac arrest seperti yang dialami para korban di tragedi Itaewon itu ada beberapa, seperti tiba-tiba tubuh ambruk, tidak ada denyut nadi, tidak bernapas dan hilang kesadaran.

Menurut dokter spesialis jantung dan pembuluh darah, Furqon Satria, mengatakan hanya 10% penderita cardiac arrest yang di luar rumah sakit bisa survive. Menurutnya, penyebab cardiac arrest paling banyak adalah serangan jantung sekitar 70%.

“Oleh karena itu, kondisi ini perlu ditangani secepatnya. Pertolongan segera berupa cardiopulmonary resuscitation [CPR] atau resusitasi jantung paru (RJP), dan kejut jantung dapat membantu mencegah akibat tersebut. Setiap menit berlalu tanpa defibrilasi/cpr, survival menurun 7-10%,” cuit Furqon di akun Twitternya, @fsapradana, Senin (14/6/2021) dikutip dari Solopos.com.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News

Sumber : Solopos.com

Advertisement

Harian Jogja

Video Terbaru

Advertisement

Harian Jogja

Berita Pilihan

Advertisement

alt

UKDW Scholarship Berikan Kesempatan Kuliah Gratis untuk 20 Mahasiswa Berprestasi

News
| Senin, 14 Oktober 2024, 20:27 WIB

Advertisement

alt

Rekomendasi Tempat Wisata Paling Populer di Thailand, Cek Daftarnya

Wisata
| Sabtu, 12 Oktober 2024, 13:47 WIB

Advertisement

Advertisement

Advertisement