Advertisement

Promo Desember

Cerita Bersambung Sandyakala Ratu Malang: Bagian 170

Joko Santosa
Jum'at, 25 Desember 2020 - 03:37 WIB
Budi Cahyana
Cerita Bersambung Sandyakala Ratu Malang: Bagian 170 Sandyakala Ratu Malang - Harian Jogja/Hengki Irawan

Advertisement

170

Darsi melihat seorang wanita ayu dengan rambut panjang terurai. Dadanya membusung di sebalik tapih pinjung. Seekor hiu raksasa tertarik menghampiri, tapi setelah dekat tiba-tiba hiu tadi mundur ketakutan. Dalam jarak sekitar sepuluh meter, wanita cantik itu seperti terbang menghampiri Darsi yang memandang kagum.

Advertisement

“Andika siapa?” Setengah sadar Darsi bertanya.

Wanita itu kelihatan anggun, rambutnya dihiasi untaian bunga melati, dan di atas kepalanya ada gedabah dari emas berbentuk sepasang ular sedang memadu kasih. Tubuhnya sekal dibalut kemben sutra berkembang-kembang merah dengan dasar ungu Gelang emas bertatah berlian menghiasi kedua pergelangan tangannya yang kuning langsat.

“Aku?” Wanita di depannya tersenyum. Darsi sebenarnya sudah menggrahita.

“Kanjeng ibu ratu!” Darsi menangkupkan kedua tangannya. Ia kemudian bertimpuh.

Wanita itu tertawa halus.

“Darsi?”

“Sendhika dhawuh.”

“Tubuhmu sehat. Batinmu yang sakit digerogoti kerinduan seorang lelaki.”

Darsi mengangkat muka sebentar, lalu menunduk.

“Aku memahami perasaanmu, seperti juga aku memiliki perasaan sama sepertimu. Tapi, engkau sadar betapa tinggi penggayuhmu?”

Darsi tertunduk lesu. Ia memang harus tahu diri. Siapa dirinya? Ia hanya seorang dayang, naik kelas menjadi istri ampeyan seorang demang, dan terpuruk menjadi pelacur. Nasibnya tak secantik wajahnya yang bulat telur. Ia memiliki harapan memang terlampau tinggi. Salahkah?!

“Memiliki katresnan itu tidak salah.” Wanita itu seperti membaca pikiran Darsi. “Nasib keberuntungan yang kadang tidak sejalan dengan harapan.”

“Sendhika Ibu.”

“Engkau berani berkorban?”

“Siap Ibu!”

“Berkorban tidaklah cukup. Engkau berjodoh bertemu aku di sini.. Jika engkau berjodoh dengannya, engkau pasti dapat menemukan kembang wijayakusuma yang mekar di saat purnama seperti sekarang ini. Aku beri purbawasesa di tanganmu.”

“Sendhika Ibu. Kapan saya ..” Darsi tidak meneruskan ucapannya. Wanita di hadapannya raib.

Darsi tahu Kanjeng Ratu Kidul datang menemui tentu hanya atas kehendaknya. Ia tak bisa memaksa untuk ketemu. Malam ini berjumpa meski tidak lama, dan mendapat petunjuk, baginya sudah cukup. Tugasnya satu: menemukan kembang wijayakusuma.

Dan pagi yang awalnya ramah tiba-tiba berubah. Badai diramal akan datang. Ini diketahui dari sibuknya burung walet meninggalkan gua. Angin bertiup kencang mendorong gelombang dahsyat dan permukaan samudra menjadi gelap. Desau prahara silih berganti dengan gelegar ombak kian lama semakin tinggi. Semula ujung ombak menghantam batu karang di pinggir Pulau Ular. Namun bersamaan badai ganas menderu, ombak raksasa melontarkan air sampai mulut gua. Air laut masuk kemudian keluar lagi seperti rob. Apapun yang ada di dalam gua dihanyutkan seakan samudra hendak membilas pulau wingit itu sampai bersih.

Hong wilaheng nirmala sadya rahayu widada.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News

Advertisement

Harian Jogja

Video Terbaru

Berita Lainnya

Advertisement

Harian Jogja

Berita Pilihan

Advertisement

alt

Pemerintah Pulangkan 91 WNI dari Suriah

News
| Sabtu, 21 Desember 2024, 21:57 WIB

Advertisement

alt

Mulai 1 Januari 2025 Semua Jalur Pendakian Gunung Rinjani Ditutup

Wisata
| Sabtu, 21 Desember 2024, 10:57 WIB

Advertisement

Advertisement

Advertisement