Advertisement

Mengenal Tren Fast Fashion dan Bahayanya bagi Kesehatan Mental

Arief Junianto
Kamis, 20 Februari 2025 - 22:07 WIB
Arief Junianto
Mengenal Tren Fast Fashion dan Bahayanya bagi Kesehatan Mental Ilustrasi. - Freepik

Advertisement

Harianjogja.com, JOGJA—Dengan kian eksisnya media sosial, tren mode dan fesyen pun menjadi lebih dinamis. Fenomena inilah yang acap disebut dengan fast fashion.

Di balik glamor industri fesyen yang tampak menyenangkan, ada dampak yang jarang dibahas, yakni sejauh mana tren fast fashion itu mengikis kesehatan mental. Terkait dengan hal itu, dr. Puspita Wijayanti, seorang dokter dan aktivis sosial membeberkan analisanya.

Advertisement

Siklus Ketagihan Belanja

Belanja pakaian baru memberi sensasi menyenangkan. Aktivitas ini memicu pelepasan dopamin, neurotransmitter yang berperan dalam rasa puas dan bahagia.

Namun, seperti halnya dengan mekanisme adiksi lainnya, efek dopamin dari belanja bersifat sementara. Begitu sensasi menyenangkan itu memudar, muncul dorongan untuk mengulangi pengalaman yang sama, membeli lebih banyak, mengikuti tren baru, dan tanpa sadar masuk dalam siklus compulsive shopping disorder (belanja kompulsif).

Studi dalam Journal of Consumer Research menunjukkan bahwa dorongan belanja sering kali berasal dari kecemasan sosial dan self-esteem yang rendah.

Dalam kasus fast fashion, ini diperburuk oleh beberapa hal:

1. Fear of Missing Out (FOMO)

Tren berubah begitu cepat sehingga ada ketakutan tertinggal jika tidak segera ikut membeli.

2. Komparasi Sosial

Media sosial memperkuat tekanan untuk selalu tampil stylish dan on trend, menciptakan standar yang sulit dikejar.

3. Kepuasan Instan, Penyesalan Jangka Panjang

Rasa senang saat membeli sering diikuti oleh guilt dan stres akibat pengeluaran berlebihan.

Identitas Semu

Fast fashion menjanjikan akses mudah untuk tampil seperti model di Instagram, tetapi ironisnya, ini justru merusak hubungan dengan identitas diri sendiri.

Ketika ekspresi diri bergantung pada konsumsi eksternal, Anda bisa kehilangan koneksi dengan siapa diri Anda sebenarnya.

Fenomena ini dikenal sebagai fashion identity crisis, di mana seseorang merasa harus terus membeli pakaian baru untuk tetap relevan, bukan karena benar-benar menyukai atau membutuhkannya.

Itulah sebabnya, alih-alih membangun kepercayaan diri, fast fashion justru meningkatkan kecemasan karena tekanan untuk selalu up-to-date; mengikis kepuasan diri karena kebahagiaan disandarkan pada barang, bukan pengalaman atau nilai intrinsik; memicu impulsivitas yang berujung pada penyesalan finansial dan emosional.

Lingkungan Kerja dan Produktivitas

Kecanduan belanja tidak hanya memengaruhi dompet, tetapi juga kesejahteraan mental dalam konteks profesional. “Di Jepang, fenomena ini dikenal dengan istilah shoppaholic burnout, di mana individu mengalami kelelahan mental akibat tekanan untuk terus membeli dan mengikuti standar sosial yang tidak realistis,” kata dr. Puspita.

Jika fast fashion telah menjadi bagian dari gaya hidup modern, berikut cara mengelolanya tanpa merusak kesehatan mental:

1. Mindful Shopping

Sebelum membeli, tanyakan pada diri sendiri, apakah ini kebutuhan atau hanya dorongan sesaat? Jika jawabannya yang kedua, tunggu 24 jam sebelum memutuskan.

2. Curate, Don’t Accumulate

Bangun lemari pakaian berdasarkan kualitas dan karakter personal, bukan sekadar tren musiman.

3. Detoks Sosial Media

Kurangi eksposur terhadap konten yang memicu komparasi sosial dan konsumsi impulsif.

4. Alihkan Fokus ke Self-Worth yang Lebih Stabil

Penampilan itu penting, tetapi kepercayaan diri lebih dari sekadar baju yang dikenakan.

Dengan begitu, kata dr. Puspita, fast fashion bukan hanya soal ekonomi dan lingkungan, tetapi juga tentang cara kita memandang diri sendiri.

Ketika konsumsi pakaian berubah menjadi sumber validasi sosial dan dopamin instan, kita tidak lagi membeli pakaian, kita membeli rasa aman, kepercayaan diri, dan eksistensi.

Namun, seperti halnya tren mode, kebahagiaan yang berasal dari konsumsi akan selalu sementara. Satu-satunya cara untuk keluar dari siklus ini adalah dengan menyadari bahwa self worth bukanlah sesuatu yang bisa dibeli.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News

Advertisement

Harian Jogja

Video Terbaru

Berita Lainnya

Advertisement

Harian Jogja

Berita Pilihan

Advertisement

alt

Aksi Demo di Kawasan Patung Kuda Jakarta, Polisi Klaim Tak Ada Massa yang Diamankan

News
| Jum'at, 21 Februari 2025, 23:57 WIB

Advertisement

alt

Menikmati Gua-Gua yang Tidak Boleh Dilewatkan saat Berwisata ke Turki

Wisata
| Jum'at, 21 Februari 2025, 10:37 WIB

Advertisement

Advertisement

Advertisement