Advertisement
Hari Gini Masih Percaya Dukun Pengganda Uang? Begini Penjelasan Psikolog UGM
Advertisement
Harianjogja.com, JOGJA– Aksi pembunuhan yang dilakukan dukun Slamet yang dikenal sebagai dukun pengganda uang asal Banjarnegara, Jawa Tengah pada 12 pasiennya membuat gempar masyarakat dalam beberapa pekan terakhir.
Advertisement
Psikolog Sosial UGM, Prof. Koentjoro pun angkat bicara soal kasus dukun Slamet ini. Menurutnya, di tengah era modern saat ini masih banyak orang yang memercayai dukun dengan kemampuan luar biasa bahkan dapat mengubah hidup seseorang. Hal itu dikarenakan, cara berpikir masyarakat Indonesia masih bersifat matrealistis.
“Kalau dari perspektif korban, masyarakat kita itu konsep berpikirnya sangat matrealistis,” jelasnya melalui keterangan pers yang diterima Harian Jogja, Selasa (11/4).
Di tengah kemajuan teknologi komunikasi dan informasi, lanjut Koentjoro, orang bisa dengan mudah melihat unggahan di dunia maya maupun medaia sosial yang memamerkan kemewahan hidup atau flexing. Hal itu menjadi salah satu pemicu orang ingin tampil seperti mereka, memperlihatkan simbol-simbol kepemilikan material. Untuk mewujudkannya orang akan berusaha dengan berbagai cara, termasuk dengan jalan pintas menemui dukun.
Keontjoro menjelaskan, masyarakat tanah air saat ini sudah mengalami perubahan. Jika dulu menjalin relasi di komunitas yang didorong pada motif berafiliasi, berkumpul, serta bersahabat, tetapi sekarang ini mulai berubah pada motif kekuasaan maupun simbol-simbol status sosial. Hal itu dikuatkan dengan gejala orang memamerkan simbol status sosial agar bisa diakui dan dihormati.
“Bagi orang berpengaruh, berbakat, maupun terdidik yang jadi korban itu karena serakah, ingin mendapatkan kekayaan lebih. Mereka ingin diakui dan dihormati lewat memerkan simbol-simbol status sosial,” paparnya.
Guru Besar Fakultas Psikologi UGM ini menyampaikan ada dua faktor yang menyebabkan masyarakat mudah percaya dukun. Pertama, korban terkena hipnotis gendam atau magic. Kedua, ada orang tertentu yang mampu memengaruhi, meyakinkan bahkan memikat para korban untuk memercayai iming-imingan yang disampaikan.
Keontjoro menambahkan dari sisi pelaku kriminalitas, pelaku melakukan penipuan berkedok dukun untuk mendapatkan jalan uang dengan jalan pintas. Sementara untuk meng
“Biar tidak ditagih terus penggandaan uang yang dijanjikan, korban diajak melakukan ritual yang sebenarnya untuk menghabisi nyawa korban dan mereka percaya kalau itu bagian dari ritual,”tuturnya.
BACA JUGA: Mbah Slamet Trending, Warganet Heran Hari Gini Masih Percaya Dukun
Lantas bagaimana cara agar masyarakat tidak terjebak penipuan termasuk berkedok dukun?
Koentjoro mengatakan perlunya pendidikan keluarga yang mengajarkan ketentraman dan kesejahteraan hidup bukan dari simbol status sosial. Namun memaknai kebahagiaan dengan selalu bersyukur kepada tuhan.
“Sebenarnya agak susah mencegahnya, selam amotif ingin diakui masih ada. Perlu belajar sufisme untuk melawan matrealisme sehingga disini pendidikan keluarga menjadi penting dalam mengajarkan kehidupan untuk senantias bersyukur pada tuhan,” ungkapnya.
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News
Berita Lainnya
Berita Pilihan
Advertisement
Menteri Imigrasi & Pemasyarakatan Sebut Rehabilitasi Narkoba untuk Kurangi Kelebihan Kapasitas Lapas
Advertisement
Advertisement
Berita Populer
- Peringati Sumpah Pemuda, Karang Taruna Rejowinangun Gelar Rejowinangun Fest 2024
- Ruang Melamun Bisa Jadi Rekomendasi Toko Buku Lawas di Jogja
- BKAD Kulonprogo Terbitkan SPPT, Nilai Pajak Bandara YIA Tahun 2024 Rp16,38 Miliar
- Grand Zuri Malioboro Corporate Gathering Nobar Home Sweet Loan
- Pilkada 2024: Politik Uang Tak Pengaruhi Preferensi Pemilih di Kota Jogja
Advertisement
Advertisement