Advertisement

Ada Jejak Karbon dalam Sepiring Makanan

Lajeng Padmaratri
Rabu, 10 Agustus 2022 - 23:17 WIB
Bhekti Suryani
Ada Jejak Karbon dalam Sepiring Makanan Ilustrasi. - Freepik

Advertisement

Baru-baru ini, sebuah restoran di barat daya Inggris, The Canteen, tidak hanya menyediakan harga setiap hidangan di menunya, melainkan juga informasi mengenai jejak karbon yang terkandung di dalam sajian.

Di restoran The Canteen, setiap menu sajian tercantum informasi mengenai jejak karbonnya. Hal ini sekaligus menjadi jalan edukasi bagi pengunjung mengenai dampak lingkungan yang mereka buat melalui sepiring makanan.

Advertisement

Menu beetroot and carrot pakora with yoghurt, misalnya, bertanggung jawab atas 16 gram emisi CO2. Ada pula menu terung dengan saus miso dan harissa dengan tabbouleh dan roti panggang Zaatar yang menghasilkan 675 gram karbon dioksida.

Menu di restoran tersebut juga mencatat perbandingan dengan hidangan yang tidak mereka sajikan, yaitu burger daging sapi yang diproduksi di Inggris yang menghasilkan emisi 10 kali lipat dibandingkan olahan alternatifnya.

Menurut laman Kementerian ESDM, jejak karbon adalah jumlah karbon atau gas emisi yang dihasilkan dari berbagai kegiatan atau aktivitas manusia pada kurun waktu tertentu. Jejak karbon yang kita hasilkan akan memberikan dampak yang negatif bagi kehidupan kita di bumi, seperti kekeringan dan berkurangnya sumber air bersih, timbul cuaca ekstrim dan bencana alam, perubahan produksi rantai makanan, dan berbagai kerusakan alam lainnya.

Tak hanya kendaraan yang menggunakan bahan bakar fosil dan penggunaan listrik serta air, konsumsi makanan sehari-hari juga menghasilkan jejak karbon. Makanan yang kita konsumsi ternyata juga menjadi salah satu sumber gas emisi.

Hal ini terutama jika makanan tersebut berpotensi menjadi gunungan sampah. Mulai dari ekstraksi bahan baku, proses produksi, proses distribusi, hingga barang tersebut sampai di tangan konsumen.

Misalnya, jejak karbon yang dihasilkan untuk produksi daging sapi sangat tinggi. Sebab, dalam proses pengadaannya, dibutuhkan berapa liter bensin dan solar untuk mengantarkan dan memproses makanan sapi. Hingga akhirnya, memproses dagingnya untuk menjadi sajian yang nikmat.

Belum lagi bila dagingnya harus didatangkan dari luar negeri. Entah dari Amerika, Jepang, atau Australia, maka jejak karbonnya bertambah karena proses distribusinya makin panjang.

Dikutip dari Antara, The Canteen pada Juli lalu menjadi restoran pertama yang setuju untuk menyajikan informasi jejak karbon pada menu yang mereka sajikan di bawah kampanye yang dipelopori oleh Viva!, sebuah badan amal kampanye vegan di Inggris.

BACA JUGA: Hasil Penelitian: Orang Jarang Tertawa Berisiko Terkena Jantung

Manajer restoran The Canteen Liam Stock menyebut langkah tersebut sebagai cara untuk melihat dan memahami tindakan yang telah dilakukan manusia terkait krisis iklim.

Mengenai apakah jejak karbon mempengaruhi pilihan pesanan para pengunjung, hal tersebut masih perlu untuk ditilik kembali. Namun demikian, Stock mengatakan inovasi menu restorannya telah memicu minat dan dukungan.

"Di Inggris jika Anda memiliki restoran besar, menjadi kewajiban bagi Anda untuk menyediakan informasi mengenai kalori di menu. Tapi banyak orang mengatakan mereka lebih tertarik pada jejak karbon,” kata Stock seperti diberitakan Antara.

Menurut Stock, hidangan di restorannya akan menghasilkan jejak karbon rendah karena sebagian besar bahannya bersumber dari dalam negeri. Berbeda dengan sumber bahan pangan dari luar daerah maka bisa menghasilkan jejak karbon yang lebih tinggi.

Manajer kampanye di Viva! Laura Hellwig mengatakan angka jejak karbon harus menjadi kewajiban yang disediakan oleh pihak restoran. Menurutnya, kebanyakan orang akan benar-benar memilih sesuatu yang baik untuk planet ini apabila dihadapkan dengan perbandingan antara jejak karbon dari makanan berbasis daging dan hidangan vegan.

"Kita berada dalam keadaan darurat iklim dan konsumen harus dapat membuat pilihan yang tepat," kata Laura.

Untuk menghitung jejak karbon pada makanan, The Canteen mengirimkan resep dan sumber bahan yang mereka gunakan ke perusahaan khusus bernama MyEmissions. Perusahaan itu dapat menghitung dampak karbon yang dihasilkan dengan mempertimbangkan aspek pertanian, pemrosesan, pengangkutan, hingga pengemasan.

Jejak karbon yang dihasilkan dari aktivitas bisnis dan konsumen semakin mendapat sorotan ketika banyak negara berjuang untuk membatasi kenaikan suhu global hingga 1,5 derajat Celcius dan untuk mencapai emisi nol bersih pada 2050. Inggris pun termasuk yang ambisius dalam mengurangi emisi karbon sebesar 78% pada 2035. 

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News

Sumber : Antara

Advertisement

Harian Jogja

Video Terbaru

Advertisement

Harian Jogja

Berita Pilihan

Advertisement

alt

Seorang Polisi Berkendara dalam Kondisi Mabuk hingga Tabrak Pagar, Kompolnas: Memalukan!

News
| Sabtu, 20 April 2024, 00:37 WIB

Advertisement

alt

Pengunjung Kopi Klotok Membeludak Saat Libur Lebaran, Antrean Mengular sampai 20 Meter

Wisata
| Minggu, 14 April 2024, 18:47 WIB

Advertisement

Advertisement

Advertisement