Advertisement

Mendidik dengan Tegas Ternyata Lebih Efektif untuk Perkembangan Anak

Newswire
Sabtu, 16 Agustus 2025 - 20:17 WIB
Maya Herawati
Mendidik dengan Tegas Ternyata Lebih Efektif untuk Perkembangan Anak Foto ilustrasi pengasuhan anak dibuat oleh Artificial Intelligence ChatGpt.

Advertisement

Harianjogja.com, JAKARTA—Saat ini ada tren populer pengasuhan anak yang dikenal sebagai pola asuh lembut atau gentle parenting. Pendekatan ini, yang semakin populer di kalangan orang tua milenial maupun Gen Z.

Pola asuh gentle parenting mendorong orang tua untuk tidak pernah meninggikan suara pada anak. Orang tua harus lembut dan tenang menjelaskan kepada anak mereka konsekuensi dari perilaku mereka, alih-alih marah dan terlibat dalam pertengkaran.

Advertisement

Namun, jika Anda seorang pendukung pola asuh gentle parenting, Anda mungkin harus mulai bersikap lebih keras demi masa depan anak Anda.

Mengutip Daily Mail, menurut sebuah studi baru, anak-anak yang mengalami pola asuh yang ketat dan lebih otoritatif alias strict parenting berpotensi lebih unggul di sekolah hingga usia 11 tahun.

Analisis terhadap hampir 6.000 anak di seluruh Inggris menunjukkan bahwa adanya 'batasan yang jelas' dan kasih sayang yang cukup dan tetap tegas membantu anak-anak lebih mudah berkembang.

"Penetapan batasan yang lebih jelas oleh orang tua dikaitkan dengan kemungkinan yang lebih besar bagi anak-anak untuk mencapai tingkat prestasi yang diharapkan," kata penulis studi.

Menurut para ahli, gaya pengasuhan gentle parenting yang bebas hukuman berfokus pada peningkatan kesadaran diri dan pemahaman anak terhadap perilaku mereka sendiri.

Gaya ini berfokus untuk sepenuhnya menghindari teriakan dan penggunaan kata 'tidak', sambil tetap menjaga kehangatan dan empati serta berusaha bertindak sebagai teman untuk anak.

"Idenya adalah untuk lebih menjadi seperti pelatih bagi anak Anda daripada seorang penghukum," kata Dr. Karen Estrella, dokter anak di Klinik Cleveland di Ohio.

Namun, beberapa orang khawatir pola asuh yang lembut akan membuat anak menjadi manja dan merasa paling berhak, dan meningkatkan kemungkinan perilaku mereka justru akan jadi lepas kendali.

Sementara itu, pola asuh otoritatif atau strict parenting yang lebih tradisional melibatkan 'kontrol psikologis tingkat tinggi dan penetapan batasan yang lebih jelas oleh orang tua'.

Meskipun tetap bisa menunjukkan kehangatan dan kepekaan, teriakan dan bentuk penetapan batasan lainnya bukanlah hal yang terlarang dalam pola asuh otoritatif.

Studi yang dilakukan oleh para peneliti di National Centre for Social Research (Pusat Penelitian Sosial Nasional Inggris), sebuah badan amal terdaftar di London, melacak hampir 6.000 anak selama lebih dari 10 tahun.

Studi ini melibatkan wawancara dengan keluarga, survei dengan staf pengasuhan anak dan guru kelas, serta menghubungkan hasil survei dengan data pencapaian pendidikan.

Gaya pengasuhan dan perkembangan anak-anak dicatat sejak usia dua tahun hingga akhir sekolah dasar (Tahun 6, usia 10-11).

Menurut temuan tersebut, anak-anak yang mengalami pola asuh otoritatif lebih mungkin mencapai standar prestasi yang diharapkan dalam tes membaca, menulis, dan matematika di usia 6 tahun.

Batasan yang ditetapkan oleh orang tua juga dikaitkan dengan kinerja akademik yang lebih baik untuk anak-anak pada tahap kunci perkembangan pertama, usia 5 hingga 7 tahun.

Pola asuh otoritatif juga lebih baik dalam hal ini daripada pola asuh yang sepenuhnya 'otoriter' atau otoritarian, yang lebih menerapkan ketegasan yang lebih besar dan lebih sedikit menunjukkan kehangatan.

BACA JUGA: Tak Hanya Pati, Ada 20 Pemda Menaikkan PBB hingga 100 Persen Lebih

Menghambat Kinerja Akademik

Meskipun studi menunjukkan bahwa pola asuh yang lembut dapat menghambat kinerja akademik, masih belum jelas mengapa hal ini terjadi. Tetapi mungkin anak-anak yang tidak mengenal batasan lebih rentan terhadap perilaku mengganggu yang akan mengalihkan mereka dari pembelajaran.

Kinerja akademik yang lebih tinggi dapat berlanjut hingga usia 11 tahun setelah pola asuh strict parenting, meskipun hal ini tidak diteliti dalam studi tersebut.

Sejalan, Vivien Hill, psikolog di Institut Pendidikan University College London, juga berpendapat bahwa pola asuh yang lembut dapat menimbulkan masalah ketika anak mulai bersekolah.

"Anak itu akan memasuki dunia sekolah di mana seorang guru harus mampu mengendalikan dan mengajar 30 anak. Tidak seorang pun memiliki kapasitas untuk bernegosiasi dalam lingkungan seperti itu," ujarnya, dilansir Telegraph.

Di sisi lain, Sarah Ockwell-Smith, advokat dan penulis pola asuh yang lembut, mengklaim gentle parenting awalnya diharapkan dapat menghasilkan "anak-anak yang lebih tenang dan bahagia".

"Pola asuh yang lembut akan memvalidasi perasaan anak dan menerapkan kebaikan, empati, dan pengertian," katanya. Namun, banyak yang percaya bahwa dalam praktiknya pola asuh tersebut gagal meredam kekacauan.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News

Sumber : Antara

Advertisement

Harian Jogja

Video Terbaru

Berita Lainnya

Advertisement

Harian Jogja

Berita Pilihan

Advertisement

Kantor Ditjen PHU Digeledah KPK, Ini Komentar Menag Nasarudin Umar

Kantor Ditjen PHU Digeledah KPK, Ini Komentar Menag Nasarudin Umar

News
| Sabtu, 16 Agustus 2025, 22:47 WIB

Advertisement

Pendakian Rinjani Dibuka Kembali 11 Agustus 2025

Pendakian Rinjani Dibuka Kembali 11 Agustus 2025

Wisata
| Minggu, 10 Agustus 2025, 15:27 WIB

Advertisement

Advertisement

Advertisement