Advertisement

Promo November

Puluhan Ribu Perempuan Indonesia Memilih Childfree

Sirojul Khafid
Kamis, 21 November 2024 - 10:27 WIB
Sunartono
Puluhan Ribu Perempuan Indonesia Memilih Childfree Foto ilustrasi anak/anak / Freepik

Advertisement

Harianjogja.com, JOGJA—Sebanyak 71.000 perempuan Indonesia tidak ingin memiliki anak atau childfree. Para perempuan berusia 15-49 tahun memiliki banyak pertimbangan atas keputusannya tersebut.

Data tersebut berasal dari laporan Badan Pusat Statistik (BPS) 2023 berjudul "Menelusuri Jejak Childfree di Indonesia". Dalam laporannya, BPS menganalisis fenomena childfree di Indonesia dari sisi maternal menggunakan data Survei Sosial Ekonomi Nasional (SUSENAS). Perempuan berusia 15-49 tahun (usia subur) yang pernah kawin namun belum pernah melahirkan anak serta tidak menggunakan KB jadi fokus dalam survei ini. Hasil analisis mengungkapkan sekitar 8% atau sekitar 71 ribu perempuan memilih childfree.

Advertisement

Secara umum, childfree berarti individu dewasa atau pasangan yang memilih untuk tidak memiliki anak, baik secara biologis maupun melalui proses adopsi. Pilihan hidup childfree tidak berkaitan dengan fertilitas seseorang, namun murni karena pilihan untuk tidak memiliki anak. "Banyak masyarakat childfree yang beranggapan bahwa ada harga mahal yang harus dibayar serta banyak aspek sosial, ekonomi, bahkan psikologi yang harus dikorbankan dalam parenting," tulis dalam laporan, dikutip Rabu (13/11/2024).

Adapun prevalensi childfree juga meningkat selama empat tahun terakhir. Data SUSENAS menunjukkan prevalensi childfree pada tahun 2019 sebesar 7%. Angka tersebut sempat menurun pada tahun 2020 menjadi 6,3 persen dan kemudian meningkat pada tahun 2021 menjadi 6,5%. Angka tersebut kemudian melonjak pada tahun 2022 pada 8,2%.

BACA JUGA : Anak Muda Indonesia Makin Enggan Menikah dan Tidak Mau Punya Anak

"Melihat persentase perempuan childfree dalam empat tahun terakhir yang cenderung naik, prevalensi perempuan yang tidak ingin memiliki anak kemungkinan juga akan meningkat di tahun berikutnya," tulisnya.

Persentase childfree sebenarnya sempat menurun pada tahun 2020. Penurunan diduga terjadi akibat pandemi Covid-19, saat kebijakan work from home (WFH) ditengarai cukup memengaruhi keputusan seseorang untuk memiliki anak. Fenomena childfree di Indonesia juga ditengarai berpengaruh terhadap penurunan angka kelahiran atau total fertility rate (TFR). Sejak 1971 silam, hasil Sensus Penduduk menunjukkan bahwa TFR Indonesia terus menurun.

"Dengan tren kenaikan yang ada, fenomena childfree memang berkontribusi signifikan terhadap penurunan TFR di Indonesia," tulis dalam laporan tersebut.

Tren penurunan TFR menjadi fenomena global yang terjadi hampir di semua negara. Semakin ke sini, semakin sedikit anak yang dilahirkan. Tren penurunan TFR juga mengindikasikan banyaknya perempuan yang menunda atau memilih untuk tidak memiliki anak.

Dampak Baik dan Buruk

Pilihan childfree berdampak baik secara positif maupun negatif. Praktisi Kesehatan Masyarakat, Ngabila Salama, mengatakan bahwa keputusan childfree bisa berdampak pada kesehatan reproduksi perempuan, baik positif maupun negatif, tergantung pada kondisi fisik, mental, dan gaya hidup yang dijalani.

Kepala Seksi Pelayanan Medik dan Keperawatan RSUD Tamansari itu menyebut keputusan pasangan untuk childfree sebenarnya tidak melulu memiliki dampak buruk. Di sisi lain, keputusan ini membantu mengurangi risiko komplikasi kehamilan dan persalinan. Perempuan yang tidak pernah hamil atau melahirkan, tentu akan terhindar dari risiko medis yang terkait seperti seperti preeklampsia, diabetes gestasional, atau trauma persalinan.

BACA JUGA : Polemik Viral Lagi, Kenali Plus Minus Childfree

Hal positif selanjutnya adalah pasangan jadi memiliki peluang lebih besar untuk menjaga kesehatan fisiknya. Tanpa kehamilan, tubuh tidak mengalami perubahan besar seperti peningkatan berat badan drastis, perubahan hormon selama kehamilan, atau dampak jangka panjang pada otot dasar panggul akibat persalinan.

Pasangan juga mampu mengontrol kesehatan reproduksi lebih baik. Perempuan yang memilih childfree sering lebih sadar akan pentingnya menjaga kesehatan reproduksinya. “Contohnya seperti rutin melakukan pemeriksaan kesehatan baik pap smear, tes HPV dan menghindari risiko infeksi menular seksual,” kata Ngabila.

Meski demikian, dampak buruk dari keputusan childfree tidak dapat diabaikan. Menurut Ngabila, risiko kanker tertentu dapat meningkat pada perempuan. Tidak hamil atau tidak menyusui dapat meningkatkan risiko kanker ovarium dan kanker payudara, karena kehamilan dan menyusui membantu menekan ovulasi dan menurunkan paparan hormon estrogen, yang berhubungan dengan risiko kanker tersebut.

Perempuan yang tidak hamil juga mungkin lebih berisiko mengembangkan endometriosis, karena ovulasi terus berlangsung setiap siklus menstruasi tanpa jeda yang biasanya diberikan oleh kehamilan. Belum lagi adanya potensi masalah hormonal. “Tidak mengalami kehamilan berarti tubuh tidak mengalami perubahan hormonal yang terkait dengan kehamilan, yang pada beberapa kasus dapat memberi manfaat seperti pengurangan risiko sindrom ovarium polikistik (PCOS),” katanya.

Childfree, kata Ngabila, juga memberikan dampak psikologis. Walaupun keputusan itu memberikan kebebasan mental, tetapi bagi sebagian perempuan, tekanan sosial atau penyesalan di kemudian hari dapat memengaruhi kesehatan mental. Hal ini penting dipertimbangkan dengan baik, bersama pasangan jika ada.

“Dampak childfree bagi kesehatan reproduksi perempuan bervariasi tergantung gaya hidup dan kondisi individu. Perempuan yang memilih childfree sebaiknya tetap menjaga kesehatan reproduksi dengan pola hidup sehat, olahraga teratur, pemeriksaan rutin, dan konsultasi dengan dokter jika diperlukan,” katanya.

Konsekuensi Sosial dari Childfree

Kementerian Kependudukan dan Pembangunan Keluarga/Badan Kependudukan dan Keluarga Berencana Nasional (BKKBN) menyarankan keluarga untuk mempertimbangkan tanggung jawab sosial sebelum memilih untuk tidak memiliki anak atau childfree.

Direktur Bina Keluarga Balita dan Anak Kementerian Kependudukan dan Pembangunan Keluarga, Irma Ardiana, mengatakan pilihan childfree mengacu pada paham individualistik. Sementara setiap orang memiliki tanggung jawab sosial terhadap keberlanjutan pembangunan. Irma menyampaikan hal tersebut merespons data Badan Pusat Statistik (BPS) tahun 2023 yang menyatakan bahwa prevalensi perempuan childfree yang hidup di Indonesia sekitar delapan persen.

Menurut Irma, untuk mewujudkan pembangunan berkelanjutan di Indonesia, perlu memastikan bahwa keluarga bisa tergantikan dengan generasi penerusnya. “Masalahnya, kita mau enggak bahwa kita tetap ingin pembangunan berkelanjutan? Kita enggak mau nanti pada suatu waktu dengan childfree yang makin masif jadi depopulasi, kan enggak mau begitu, kita mau tetap menunggu, artinya kita akan mempertahankan sebuah keluarga,” katanya.

Menurutnya, saat ini rata-rata jumlah anak perempuan yang dilahirkan oleh seorang perempuan selama masa reproduksinya atau net reproduction rate secara nasional yakni 2,1. Semisal mereka tidak mau memiliki anak, lanjut Irma, maka akan menjadi masalah. “Sekarang rata-rata keluarga punya anak berapa? Dua, sedangkan di Jogja berapa? Sudah satu, itu sudah menjadi peringatan, karena keluarga ini bakal tidak ada yang menggantikan,” katanya.

BACA JUGA : Temui Penonton di Jogja, Ernest Prakasa Ungkap Isu Childfree di Film Cek Toko Sebelah 2

Irma menegaskan masyarakat harus memiliki pemahaman bahwa mereka memiliki tanggung jawab sosial dalam bernegara. Oleh karena itu demi mengatasi fenomena tersebut, pihaknya selama ini memiliki delapan fungsi keluarga yang terus dikenalkan kepada keluarga untuk mencegah fenomena childfree. Delapan fungsi keluarga yang digaungkan BKKBN tersebut yakni fungsi keagamaan, sosial budaya, cinta kasih, perlindungan, reproduksi, sosialisasi dan pendidikan, ekonomi, serta pembinaan lingkungan.

“Sekarang coba kenalkan tentang delapan fungsi keluarga. Keluarga itu punya delapan fungsi keluarga, satu di antara delapan fungsi itu fungsi reproduksi, yang sudah menjadi tanggung jawab kita, sudah acknowledge (mengakui) bahwa keluarga itu harus punya fungsi untuk reproduksi karena pembangunan ini harus berkelanjutan,” katanya.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News

Advertisement

Harian Jogja

Video Terbaru

Berita Lainnya

Advertisement

Harian Jogja

Berita Pilihan

Advertisement

alt

Ini Lima Nama Pimpinan KPK Periode 2024-2029 yang Ditetapkan DPR

News
| Kamis, 21 November 2024, 13:57 WIB

Advertisement

alt

Ini Lima Desa Wisata Paling Mudah Diakses Wisatawan Menurut UN Tourism

Wisata
| Selasa, 19 November 2024, 08:27 WIB

Advertisement

Advertisement

Advertisement