Advertisement

BRIN-UGM Kembangkan Obat Kanker dari Bisa Ular

Mia Chitra Dinisari
Rabu, 17 Juli 2024 - 22:17 WIB
Arief Junianto
BRIN-UGM Kembangkan Obat Kanker dari Bisa Ular Ilustrasi ular. - Freepik

Advertisement

Harianjogja.com, JAKARTA—Teknologi berbasis OMICs (genomics, transcriptomics, proteomics, dan metabolomics) dipakai oleh Pusat Riset Teknologi Radioisotop, Radiofarmaka, dan Biodosimetri, Badan Riset dan Inovasi Nasional (PRTRRB BRIN) bekerja sama dengan pusat riset teknologi radioisotop UGM dalam mengembangkan obat kanker berbasis peptida.

Pengembangan ini merupakan salah satu bidang penelitian untuk mencari peptida antikanker sebagai alternatif obat konvensional yang berbasis small molecule.

Advertisement

Dari hasil dari teknologi yang diterapkan BRIN dan UGM ini diketahui bahwa salah satu sumber penemuan obat baru untuk peptida antikanker yang menjanjikan adalah racun hewan seperti bisa ular (venom).  

“Berbagai pusat riset di BRIN telah banyak yang melakukan kerja sama dengan FMIPA UGM, kami ingin tidak sebatas kajian saja, tetapi sampai ke hilir dimulai dengan meningkatkan massa produk dari penelitian yang dilakukan,” kata Dekan FMIPA UGM, Kuwat Triyana dilansir dari laman resmi BRIN.

Lebih jauh, Kuwat menyebutkan berdasarkan data International Agency for Research on Cancer pada 2020, terdapat 19,3 juta kasus kanker baru dan 10 juta kasus di antaranya menyebabkan kematian.

Metode konvensional pengobatan kanker seperti pembedahan, kemoterapi, radioterapi, dan imunoterapi belum memberikan hasil yang optimal karena efek samping dari terapi kanker yang juga merusak sel normal dan sistem imun.

Oleh karena itu, diperlukan inovasi untuk menemukan kandidat obat terapi kanker yang efektif dengan spesifisitas tinggi.  Di sisi lain, venom ular mengandung campuran berbagai jenis protein dan peptida yang dilaporkan berpotensi memiliki aktivitas biologis berupa antikanker, agen trombolitik, antimikroba, antivirus, dan antiparasit.

“Spesies ular beracun yang banyak ditemukan di berbagai daerah di Indonesia adalah ular tanah (Calloselasma rhodostoma). Spesies ular ini termasuk ke dalam kelompok ular berbisa kuat. Pada penelitian sebelumnya, dua senyawa peptida dari venom ular tanah diketahui memiliki potensi sebagai antikanker terhadap cell line MCF-7,” jelas Peneliti Pusat Riset Teknologi Radioisotop, Radiofarmaka, dan Biodosimetri BRIN, Isti Daruwati.

Selanjutnya, diperlukan pula pemahaman yang mendalam tentang mekanisme farmakologis secara in vitro dan in vivo dari venom ular untuk dapat mengarah pada penemuan calon obat kanker baru.

“Radiopeptida adalah radiofarmaka dengan peptida yang digunakan sebagai pembawa radioisotop ke lokasi kanker di mana radiopeptida akan menarget reseptor peptida yang diekspresikan secara berlebihan [over expressed] pada jaringan kanker. Reseptor-reseptor ini merupakan target molekuler potensial pada awal munculnya kanker,” ucap dia. 

Kerja sama riset ini bertujuan lebih memahami interaksi dan mekanisme peptida sintesis venom ular tanah dengan protein reseptor.

Departemen Kimia, FMIPA UGM mendukung penelitian dalam penyiapan peptida yang berasal dari turunan venom ular dan karakterisasinya, sedangkan PRTRRB BRIN berperan dalam radiosintesis peptida serta uji in vitro baik peptida dan radiopeptida pada sel kanker tulang yaitu MG63 dan sel tulang normal yaitu HfOb dan sel kanker prostat yaitu LNCap dan DU145.

“Sejauh ini sudah ada 10 kandidat peptida yang cukup potensial sebagai obat antikanker dari lapangan yang kami ambil, tetapi bukti aktivitas uji in vitro masih terbatas. Dari 10 kandidat sudah kami kirim ke BRIN ada empat,” kata Peneliti dan Dosen Kimia FMIPA UGM, Respati Tri Swasono.

Pengujian aktivitas antikanker beberapa peptida sintesis turunan venom ular tanah akan dilakukan secara in vitro dengan mengikatkan radioisotop pada peptida untuk mengetahui afinitas peptida tersebut di berbagai macam sel kanker.

Diharapkan output yang dihasilkan melalui kolaborasi ini menunjukkan bahwa venom ular tanah dapat menunjukkan aktivitas antikanker yang signifikan dan interaksi serta mekanisme aksinya dengan protein reseptor dapat diketahui.

Selain itu, peptida dan radiopeptida yang diperoleh juga diharapkan akan menjadi kandidat obat baru atau radiofarmaka baru untuk kanker.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News

Sumber : JIBI/Bisnis.com

Advertisement

Harian Jogja

Video Terbaru

Advertisement

Harian Jogja

Berita Pilihan

Advertisement

alt

Massa Pendukung Calon Bupati dan Wakil Bupati di Puncak Jaya Ribut, Satu Orang Meninggal

News
| Rabu, 12 Februari 2025, 23:07 WIB

Advertisement

alt

Iftar Menu Nusantara dan Timur Tengah di INNSiDE Yogyakarta, Mulai dari Rp155.000

Wisata
| Selasa, 11 Februari 2025, 19:17 WIB

Advertisement

Advertisement

Advertisement