Parade Teater Linimasa #6 TBY, Upaya Menjadikan DIY Barometer Teater Indonesia
Advertisement
JOGJA—Karam di Darat membuka serangkaian Parade Teater Linimasa #6 TBY di Concert Hall Taman Budaya Yogyakarta (TBY), Jogja, Rabu (18/10/2023).
Karam di Darat bercerita tentang Gandari yang menatap di ujung jalan buntu antara laut dan darat. Tanah Hastinapura mulai membusuk setelah tsunami berdarah membanjiri Pertiwi. Sang penulis naskah alam kehidupan Mahabarata telah menetapkan takdir yang harus ditanggung pada setiap insan atas keputusan hatinya. Begitu pula sang kakak, melihat dari apa yang tidak terlihat, mendengar dari apa yang tak terdengar. Mungkin itu menjadi pemakluman atau mungkin menjadi cacian, tetapi titik lihat tetap absolut pada posisinya.
Advertisement
Setelah penampilan Karam di Darat karya Pebri Irawan dari Lokatraya Production, pertunjukan malam itu dilanjutkan Teater Wayang Cekakak Cerita Ontran-Ontran Rangsang Cerita karya Khocil Birawa dari Sanggar Teater Muara Yogyakarta. Itu adalah cerita tentang keluarga besar dalang yang hidup di Desa Tirtobening. Ada dua anak bernama Ki Cahyacerita dan Ki Rangsangcerita. Mereka bermusuhan dan tidak akur, termasuk dalam gaya mendalang. Ki Cahyacerita berpegang teguh pada pelestarian pakeliran tradisi. Sementara Ki Rangsangcerita memilih jalur modern dengan tampilan hura-hura yang mengutamakan gebyar dengan memasukkan seni modern.
Parade Teater Linimasa #6 TBY berlangsung dari Rabu (18/10/2023) hingga Jumat (20/10/2023). Setiap hari, ada dua penampil yang akan membawakan tema Meramu. Hadir dan membuka Linimasa, Kepala Dinas Kebudayaan (Kundha Kabudayan) DIY, Dian Lakshmi Pratiwi. Ia mengapresiasi gelaran yang sudah konsisten ada sejak 2018 ini.
Tema Meramu yang erat kaitannya dengan ketahanan pangan membawa harapan, agar teater ini menjadi bagian dalam mengembangkan ide, gagasan, produksi, sampai karya. Dalam manifestasi karya, teater menjadi bagian kerja kebudayaan yang tiada henti dan bisa langsung menginspirasi. Dari enam kelompok teater yang terpilih, Dian berharap mereka bisa menjadi inspirasi kelompok lainnya, di Linimasa tahun-tahun yang akan datang.
“Semoga apa yang nanti disaksikan, ada pengembangan terkait ide, gagasan, dan inovasi, sehingga ke depan, DIY bisa menjadi barometer teater di Indonesia. Mungkin sekarang iya, [tapi] perlu upaya terus-menerus untuk mempertahankan dan mengembangkan ke depan. Ini tidak bisa sendiri, perlu kolaborasi. Apresiasi kepada seluruh seniman budaya dan seluruh ekosistemnya,” kata Dian.
Kepala TBY, Purwiati, mengatakan Linimasa menjadi bentuk pengembangan teater berbasis kelompok atau komunitas. Semua biaya penyelenggaraan menggunakan Dana Keistimewaan DIY. Tahun ini, tema Meramu mengajak seluruh masyarakat untuk lebih memahami pangan atau ketahanan pangan. Banyak sub pembahasan pangan, seperti gastronomi, jamu, resep, kuliner, hingga teknik pangan.
“Harapannya, kelompok teater mampu menginterpretasikan dan memahami pangan, serta disajikan dalam bentuk pertunjukan,” kata Purwiati.
Proses Kurasi
Pada Linimasa #6, kurator menyeleksi 38 proposal yang masuk menjadi enam terpilih. Seluruh kelompok terpilih mewakili pegiat teater lintas generasi. Mereka juga mendapatkan fasilitas pendampingan produksi dari awal sampai akhir. Dari tahun ke tahun, pengirim proposal di Linimasa semakin meningkat. “Ini menandakan [Linimasa] menjadi wadah dalam menunjukan keseriusan berkarya melalui kuratorial. Di samping itu, Linimasa juga menjadi ruang ekspresi dan menyajikan ruang kreatif dalam teater,” katanya.
Salah satu kurator Linimasa #6, Koes Yuliadi menjelaskan apabila dalam kurasi, ada upaya menghadirkan berbagai generasi. “Hasilnya ada kelompok teater berlatar era 1980-an, 1990-an, dan awal milenium. Semuanya akan menampilkan karya terbaiknya yang didukung pendanaan produksi pementasan,” kata Koes.
Koes yang juga dosen teater di ISI Jogja ini menjelaskan berbagai kelompok teater yang muncul di Jogja cukup heterogen. “Meskipun semuanya dari DIY, tetapi ada juga pegiatnya yang dari luar daerah. Ini akan memperkaya teater Jogja, mengingat banyak tumbuh potensi seni di sini,” katanya.
Kurator lainnya, Elyandra Widharta menjelaskan pertumbuhan teater kini semakin meluas, tidak hanya di kalangan seni dan kampus, tetapi juga mulai berkembang kelompok teater yang diinisiasi PKK di DIY. “Perkembangannya sangat cair, seniman teater di Jogja bahkan bisa beraktivitas di dua kelompok teater berbeda, artinya satu sama lain saling terbuka dan kami harapkan makin terakomodasi dengan program Linimasa ini,” katanya.
Bahasa ungkap teater di DIY, menurut Elyandra, juga terus bekembang. Makin banyak yang memanfaatkan lintas media untuk mengekspresikan keseniannya. “Ini pertanda baik karena ada perkembangan yang inovatif,” kata sutradara sekaligus aktor Kelompok Teater Sedhut Senut itu. (BC)
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News
Berita Lainnya
Berita Pilihan
Advertisement
Wow! Dalam 46 Hari 30.000 Rumah Dibangun Pemerintahan Prabowo
Advertisement
Waterboom Jogja Rayakan Ulang Tahun ke-9, Ada Wahana Baru dan Promo Menarik
Advertisement
Berita Populer
Advertisement
Advertisement