Advertisement
Sejarah Kutek dan Bahayanya bagi Kesehatan

Advertisement
Harianjogja.com, JOGJA-Mengecat kuku dengan kutek menjadi salah satu fashion yang sering dilakukan sebagian wanita. Cara ini membuat kuku menjadi cantik karena berwarna.
Kebiasaan ini ternyata sudah dilakukan masyarakat zaman dulu. Dihimpun dari berbagai sumber, pada 3.200 sebelum Masehi (SM), para tentara Babilonia (negara kuno di selatan Irak) menghabiskan waktu untuk merawat dan mewarnai kuku-kuku dengan kohl (maskara kuno) sebelum ke medan perang untuk menakuti lawan. Mereka mewarnai kuku sesuai kelas rakyat Babilonia. Hitam adalah bangsawan dan hijau untuk rakyat rendahan.
Advertisement
Sama halnya di China. Rakyat setempat menggunakan pewarna kuku sebagai pembeda antara rakyat dan penguasa pada 3.000 SM. Rakyat kelas atas menggunakan bahan-bahan seperti, lilin lebah, gom arab, dan putih telur untuk mewarnai kuku mereka. Penguasa dinasti mengenakan pewarna kuku berpigmen tinggi, seperti merah.
Sekitar 50 SM, Cleopatra, ratu terakhir Kerajaan Mesir Kuno, menggunakan henna (kuteks tumbuhan) pada kukunya. Dia mencelupkan setiap jarinya ke cairan henna berwarna merah darah hingga kukunya terwarnai dengan sempurna. Sedangkan penggunaan henna ke seluruh tangan dipopulerkan oleh Nefertiti, Ratu Kerajaan Mesir Kuno ke-18.
Baca juga: Citayam Fashion Week ala Jogja Sudah Ada Sejak Lama, Tamunya Malah Bule-bule
Kutek terus berkembang. Mulai kuteks bubuk, kutek cair mengkilap hingga kutek palsu juga sudah tersedia. Namun tren mewarnai kuku ini juga membawa dampak negatif bagi tubuh karena ada produk yang mengandung bahan beracun.
Berikut ini dampak negatif kutek untuk kesehatan tubuh:
1. Mengganggu saraf
Senyawa kimia dalam kutek yang berdampak buruk terhadap kesehatan adalah toluene. Toluene merupakan pelarut yang dipakai untuk mengencerkan kutek agar menjadi halus setelah dioleskan.
Pelarut biasanya cukup berbahaya, terutama bagi sistem saraf. Beberapa orang menghirup cat semprot, lem, dan bensin dapat menjadi pusing dan pingsan.
Meski demikian, toluene mungkin hanya terserap ke kulit dalam jumlah kecil, sehingga risikonya bisa jadi tidak sebesar saat menghirup lem.
2. Reaksi alergi
Sebagai pengeras kutek, kandungan formaldehida dianggap dapat mengganggu kesehatan, terutama bagi penderita alergi terhadap formaldehida.
Oleh karena itu, orang yang memiliki alergi ini dianjurkan untuk menggunakan perawatan kuku tanpa formaldehida.
3. Mengganggu sistem reproduksi
Siapa sangka bila cat kuku berpotensi memengaruhi organ reproduksi? Bahaya ini berasal dari senyawa dibutyl phthalate (DBP).
Dibutyl phthalate merupakan senyawa kimia yang membuat kutek lebih mudah dioleskan. Selain itu, senyawa kimia ini juga mencegah kuku yang dicat menjadi rapuh dan terkelupas.
DBP ternyata disebut dapat memengaruhi sistem reproduksi karena menyebabkan gangguan sistem endokrin (hormon). Hal ini diperlihatkan dalam penelitian dari EWG dan Duke University.
Para peneliti juga menemukan bahwa kutek yang mengandung triphenyl phosphate (TPHP) dapat mengganggu hormon endokrin. TPHP dapat mengganggu fungsi dan kadar hormon manusia, terutama ketika proses reproduksi dan pertumbuhan. Banyak perusahaan kosmetik yang menggunakan TPHP karena membuat kutek kuku yang mudah dipakai dan tahan lama.
Itulah sejarah, perkembangan dan bahaya kutek untuk kesehatan.
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News
Berita Lainnya
Berita Pilihan
Advertisement
Advertisement

Asyiknya Interaksi Langsung dengan Hewan di Kampung Satwa Kedung Banteng
Advertisement
Berita Populer
- Kasus Bermunculan, Pemkab Bantul Siap Bentuk Satgas Pemberantasan Mafia Tanah
- Penumpang di Stasiun Lempuyangan Alami Kenaikan di Triwulan Pertama 2025
- Pria di Jogja Curi Motor di Indekos Tetangga, Diberikan Ke Pacar untuk Kerja
- 4 SMP di Gunungkidul Buka Pendaftaran Siswa Baru untuk Kelas Khusus Olahraga, Ini Jadwalnya
- Hadapi Musim Kemarau, BPBD Gunungkidul Siapkan 1.500 Tangki Air Bersih
Advertisement