Advertisement
Euforia Perfilman Jogja Direkam dalam YK 48

Advertisement
Harianjogja.com, JOGJA—Industri perfilman DIY terus berkembang dari tahun ke tahun. Retasan perjalanan itulah yang menjadi topik dari Pehagengsi, sebuah rumah produksi film asal Jogja untuk merekamnya dalam bentuk film documenter berjudul YK 48.
Mulai awal September lalu, produksi film itu sudah dimulai dengan mengambil lokasi syuting di kawasan Ngestiharjo, Kapanewon Kasihan, Bantul.
Advertisement
Sutradara YK 48, Kiki Pea mengatakan film tersebut mencoba mengeksplorasi sejarah film Indonesia di DIY. Sejak hadirnya Kine Drama Institut pada 1947, lahirnya berbagai festival film di DIY yang diselenggarakan berbagai pihak, hingga munculnya kecenderungan para pembuat film yang menjadikan Jogjakarta sebagai "studio terbuka".
“Artinya, proses syuting film dilakukan dengan memanfaatkan karakteristik ruang daerah ini,” kata Kiki melalui rilis, Jumat (17/9/2021).
Akan tetapi, lanjut Kiki, setelah kemeriahan dan euforia festival film itu, tindak lanjutnya pun dipertanyakan. “Pertanyaannya kemudian, setelah kemeriahan ini apa yang tersisa? Adakah regenerasi? Adakah jaminan film DIY masih akan meriah hingga 10 tahun mendatang? Hingga pertanyaan besarnya adalah sebagai produk kebudayaan, apa sih ‘Film Jogja’ itu?” terang Kiki.
Produser YK 48 Rifqi Mansur Maya menjelaskan DIY adalah salah satu titik tolak sejarah perfilman di Indonesia. “Melalui YK 48 diharapkan kita bisa saling menghargai dan menghidupi sejarah kota kita masing-masing,” ucap dia.
Agar memiliki informasi dan data yang kuat, kata Rifqi, sejak Mei 2020 timnya pun melakukan riset untuk keperluan film tersebut.
"Yang menjadi PR dalam riset film ini ialah menemukan metode pembacaan yang paling pas terhadap perkembangan film Jogja dari sudut pandang sineas generasi mutakhir. Gap pengetahuan tentang sejarah film di generasi muda menjadi tantangan tersendiri yang coba disiasati dengan menghadirkan film YK 48,” kata salah satu tim riset, Manshur Zikri.
Manshur berharap YK 48 dapat memberikan tawaran baru pemaparan dan pemaknaan sejarah film di DIY. Selain itu juga sebagai salah satu cara agar film DIY dapat juga melebur dan jadi primadona di masyarakat.
“Seperti halnya musik Jogja yang hingga saat ini sangat dekat, bahkan membentuk cara bersikap masyarakat.”
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News
Berita Lainnya
- Ketua Fraksi PDIP DPRD Solo Sendirian Terima Aduan Puluhan Penghuni Rusunawa
- Wisatawan Masjid Raya Sheikh Zayed Capai 40.000 orang, Parkir Depan Steril
- 1.373 Atlet Ikuti Polytron Wali Kota Cup Solo, Berebut Total Hadiah Rp600 juta
- Ini Dia! Boneka Kokeshi Jepang dari Limbah Mebel, Harga Murah Mulai Rp65.000
Berita Pilihan
Advertisement
Advertisement

Bukan Laut Mati, Ternyata Perairan Paling Asin di Bumi Ada di Kolam Ini
Advertisement
Berita Populer
- Jokowi Sarapan di Kopi Klotok, Warganet Berkelakar kok Enggak Antre
- Hari Sepeda Sedunia, Jogja Dulu Punya Sego Segawe yang Kini Tak Ada Lagi Kabarnya
- BPPD dan GIPI Promosikan Wisata Sehat agar Wisatawan Tinggal Lebih Lama
- Dikritik Menteri Nadiem Makarim, Ini yang Perlu Anda Ketahui tentang ASPD di DIY
- Kini Ada Helpdesk Pekerja Migran Indonesia di YIA, Ini Fungsinya..
Advertisement
Advertisement