Resensi: Sampai Nanti, Hanna!, Film yang Terasa Seperti Sayuran
Advertisement
Harianjogja.com, JOGJA—Ada suatu kondisi, saat manusia lebih lantang menyuarakan kepentingan orang lain. Namun justru saat tiba waktunya untuk menyuarakan isi hati pribadinya, mulut terasa berat berucap.
Rasa-rasanya kita punya jenis tipe teman, yang kepribadian di rumah dan luar rumah cukup berbeda. Kita mengenal teman itu sebagai orang yang periang, lucu, ramah, dan berani. Namun saat kita bermain ke rumahnya, ternyata teman tersebut menjadi sosok yang pendiam, cenderung minim komunikasi, dan abai pada keluarganya.
Advertisement
Tipe teman seperti itu yang sama bisa kita temukan dalam karakter Hanna (Febby Rastanty) dalam film Sampai Nanti, Hanna! Film ini bercerita tentang Hanna dan Gani (Juan Bio One) yang bertemu di organisasi pers mahasiswa di Bandung. Hubungan yang intens membuat satu sama lain semakin akrab.
Perjalanan waktu membuat Gani merasa ada benih-benih cinta yang tumbuh pada Hanna. Namun, ada kondisi yang membuatnya seakan susah menyatakan perasaan. Gani dalam kebimbangan.
Sementara Hanna merupakan aktivis yang lantang bersuara. Dia akan melawan orang yang dianggap merendahkan perempuan, sampai aparat negara yang sekiranya sewenang-wenang. Meski lantang di kampus dan masyarakat, Hanna justru merasa terkucilkan di rumah. Dia tidak bisa bebas menyuarakan pendapatnya pada sang ibu, yang seakan terus mengatur hidup Hanna.
Mengapa Susah untuk Diri Sendiri?
Pertanyaannya, kenapa ada kondisi yang membuat kita lebih mudah menyuarakan kepentingan orang lain daripada diri sendiri? Bahkan banyak kasus, orang lebih mudah memberikan nasihat pada orang lain, padahal di masalah yang sama, orang tersebut tidak bisa menerapkan nasihatnya sendiri.
Mungkin banyak penyebabnya, salah satunya lantaran menyuarakan kepentingan orang lain dampaknya lebih ‘ringan’ daripada pada diri sendiri. Contohnya, kita membela teman yang sedang tersakiti oleh pacarnya. Kita bisa melabrak pacar teman kita. Dampak buruknya kita berpotensi untuk mendapat serangan balik. Namun kontek ruang dan waktunya terbatas, hanya saat kita melabrak saja.
Berbeda dengan menyuarakan masalah diri sendiri. Potensi dampaknya bisa lebih panjang dan langsung terasa. Semisal dalam konteks Hanna di film. Dia cenderung menghindari setiap interaksi dengan ibunya. Mungkin dia bosan dan malas berdebat tentang anjuran orang tua untuk berdandan. Kalau sudah berdandan dan tidak terlalu sering menggunakan pakaian ‘laki-laki’, maka Hanna akan mudah mendapatkan pasangan dan menikah.
Hanna hanya berceletuk sekilas saja. Terlihat tidak ada upaya yang serius untuk membahas masalah itu dengan ibunya. Masalahnya, saat menyuarakan tekanan dari ibunya tersebut, urusannya bisa semakin panjang. Dampaknya bisa semakin lama dan berat. Sehingga melarikan diri dari masalah pribadi menjadi cara cepat untuk keluar dari masalah. Ibu Hanna tipe orang yang tidak mau kalah dalam berargumen.
Kebiasaan tidak menerima orang lain di rumah, ternyata juga berdampak dengan hubungan Hanna di luar rumah. Dia terlihat susah membuka diri. Termasuk untuk sahabatnya, Gani. Perasaan yang dipendam di dalam rumah, kemungkinan terbawa sampai ke luar rumah.
“Aku penasaran, kenapa setiap aku anter kamu ke rumah, kamu enggak pernah ngajak aku masuk? Kata Gani.
Raut muka Hanna, dari yang semula sedang bahagia, terlihat langsung kesal. “Emang harus banget masuk ke dalem rumah? Penting?” jawab Hanna.
Lari Bukan Bebas
Lari dari masalah sepertinya bukan tiket menuju kebebasan. Dalam film Sampai Nanti, Hanna!, Hanna berkali-kali terjebak dalam ruang yang penuh dengan kekerasan verbal. Di rumah, kekerasan verbal berasal dari komentar-komentar ibunya. Di lingkungan kampus, kekerasan verbal berasal dari teman. Salah satunya saat dia hanya dianggap cantik di suatu diskusi, bukan justru isi materi Hanna yang diperhatikan.
Saat Hanna rasanya ingin keluar dari rumah dan pergi dari Bandung, dia justru semakin terjebak saat menikah dengan Arya (Ibrahim Risyad). Lelaki yang sebelumnya ramah dan lemah lembut, perlahan berubah menjadi suami yang sering membentak. Tidak hanya membentak, namun kata-kata Arya meremehkan kondisi Hanna yang sedari awal sedang tidak baik-baik saja.
Respon dari setiap kekerasan verbal menjadi penting. Kita bisa memilih membiarkan, membenarkan, melawan, atau menghindar. Setiap pilihan memiliki konsekuensinya masing-masing. Namun kita tahu mana yang paling baik dari semua pilihan tersebut.
“Dulu mama selalu bilang kalau kita harus speak up, tapi kenapa mama enggak speak up untuk diri mama sendiri?” begitu kira-kira kata Raka (Jordan Omar), anak dari Hanna.
Seperti Sayuran
Tidak ada ledakan atau plot twist yang mengguncang dari film Sampai Nanti, Hanna! Ibarat makanan, film ini seperti menu sayuran atau salad. Kadar rasanya sama dari awal hingga akhir. Sepanjang perjalanan film terasa nikmat dan sehat.
Sehat. Itulah anehnya. Film ini bercerita tentang hubungan yang toxic, tapi justru perjalanan film membuat jiwa terasa sehat. Kemungkinan lantaran kita diajak untuk tahu masalah dan cara penyembuhannya.
Di samping itu, Sampai Nanti, Hanna! juga bisa menjadi obat nostalgia, bagi mahasiswa era-era 1990-an, terutama yang pernah menjajal menjadi jurnalis kampus. Isu aktivisme dalam film berdasarkan kejadian nyata yang pernah terjadi kala itu.
Sampai Nanti, Hanna! merupakan karya sutradara Agung Sentausa dan penulis naskah Swastika Nohara. Untuk executive producers film tersebut yaitu Ary Zulfikar serta produser Dewi Umaya. Ada pula pemain lain seperti Anjani Dina sebagai Saras serta Meriam Bellina sebagai Mami Hanna.
Film bergenre drama romansa tersebut berdurasi 110 menit. Sampai Nanti, Hanna! berada dalam naungan produksi Pic[k]lock Films, Azoo Projects, Fortius Corporation, dan City Vision. Film ini sudah tayang di bioskop sejak 5 Desember 2024.
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News
Berita Lainnya
Berita Pilihan
Advertisement
DPR Harus Tunjukkan Political Will: Undang Ahli dan Masyarakat Rumuskan RUU Perampasan Aset
Advertisement
Mingguan (Jalan-Jalan 14 Desember) - Jogja Selalu Merayakan Buku
Advertisement
Berita Populer
- Dishub Gunungkidul Antisipasi Dampak Beroperasinya Tol Jogja Solo, Ini Alasannya
- Lapas Wirogunan Jogja Ganti Nakoda
- Jelang Libur Natal dan Tahun Baru 2025, Reservasi Hotel di Bantul Masih Landai
- Ini Strategi Bupati Sleman Terpilih Harda Kiswaya Menangani Sampah di Sleman
- Stok Pangan Aman, Jogja Siap Hadapi Libur Natal dan Tahun Baru 2025
Advertisement
Advertisement