Kasus Kejang pada Anak Meningkat, Kenali Gejalanya
Advertisement
Harianjogja.com, JOGJA—Kejang pada anak-anak akibat konsumsi obat tanpa resep meningkat di Amerika Serikat (AS). Dalam 15 tahun terakhir, kasus tersebut meningkat dua kali lipat.
Dalam studi terbaru yang dipresentasikan di Kongres Kedokteran Darurat Eropa, para peneliti menekankan perlunya kesadaran yang lebih baik di kalangan orang tua, tentang penanganan obat-obatan yang dijual bebas secara aman. Studi tersebut menunjukkan peningkatan kasus yang signifikan, khususnya yang terkait dengan antihistamin yang dijual bebas, antidepresan dan obat penghilang rasa sakit yang diresepkan, dan kanabinoid sintetis ilegal.
Advertisement
"Peningkatan kejang pada anak-anak yang terpapar obat-obatan ini sangat mengkhawatirkan dan harus ditangani. Ini adalah peringatan keras bagi orang tua dan pengasuh untuk menyimpan obat-obatan dengan aman sehingga anak-anak tidak dapat memperolehnya," kata peneliti, Profesor Christopher Holstege, beberapa waktu lalu.
BACA JUGA : Kenali Batuk Biasa dan Batuk Rejan, Bisa Sebabkan Kejang Hingga Kematian
Dalam studinya, peneliti menganalisis data dari 55 pusat penanganan racun di seluruh AS, yang mengungkap peningkatan tajam dalam kasus kejang yang terkait dengan konsumsi obat secara tidak sengaja dan penggunaan zat ilegal. Kasus melonjak dari 1.418 pada tahun 2009 menjadi 2.749 pada tahun 2023, dengan peningkatan tahunan rata-rata lima persen.
Selama 15 tahun terakhir, jumlah kasus meningkat dua kali lipat pada anak berusia antara enam dan 19 tahun, dan sekitar 45 persen peningkatan pada anak di bawah enam tahun. Analisis mengungkapkan bahwa sebagian besar kasus melibatkan konsumsi diphenhydramine yang dijual bebas (antihistamin), tramadol (opioid untuk menghilangkan rasa sakit), bupropion (antidepresan), dan kanabinoid sintetis seperti K2 atau spice (zat ilegal yang mirip dengan ganja).
Holstege mengatakan AS juga perlu mengevaluasi produk dalam wadah agar tidak bisa diakses anak-anak. "Produk seperti diphenhydramine harus dijual dalam wadah berisi pil dalam jumlah besar dan apakah produk ini harus dikemas dalam kemasan blister agar anak-anak dan individu yang ingin bunuh diri lebih sulit mengaksesnya dalam jumlah besar," katanya.
Peneliti lain, Conner McDonald, yang mempresentasikan penelitian tersebut di Kongres mengatakan kejang merupakan salah satu gejala paling parah yang dapat dialami pasien keracunan, dan anak-anak sangat rentan. Bergantung pada variabel seperti di mana kejang terjadi, berapa lama kejang berlangsung, dan kondisi kesehatan anak sebelumnya, kejang dapat menyebabkan kerusakan jangka panjang atau bahkan kematian.
Waspada Namun Tidak Panik
Orang tua perlu waspada pada kasus kejang anak. Di sisi lain, orang tua jangan panik untuk tidak memperparah keadaan. Dokter Spesialis Ilmu Kesehatan Anak Subspesialis Neurologi, Setyo Handryastuti, mengatakan tidak semua jenis kejang berbahaya. Kejang baru berbahaya saat tubuh anak tidak bisa beradaptasi, apabila kejang lebih dari 30 menit.
Handryastuti beranggapan pengetahuan orang tua terhadap penyebab dari gejala kejang pada anak sangat penting. Hal ini agar orang tua tidak lekas panik karena tidak semua jenis kejang berbahaya pada anak. Sejumlah kondisi seperti demam, epilepsi, serta radang paru atau pneumonia, merupakan penyebab umum kejang pada anak. "Bisa juga diare, muntah, kekurangan cairan yang cukup berat, juga cedera kepala," kata Handryastuti.
Gejala kejang pada anak, lanjut Handryastuti, merupakan gangguan fungsi otak yang bersifat sementara. Gejala dihasilkan tergantung pada bagian apa gangguan tersebut terjadi. Oleh sebab itu, kejadian kejang pada anak bisa terjadi dalam berbagai jenis, seperti kejang separuh tubuh, seluruh tubuh, tubuh tidak merespon saat ditepuk, jatuh yang tiba-tiba saat berdiri, kepala jatuh tiba-tiba saat sedang duduk, dan lain sebagainya.
BACA JUGA : Pakar Kesehatan Anak UGM Dukung Vaksinasi JE, Ini Penjelasannya
"Setelah kejang juga ada beberapa gejala seperti bingung, lemas, kadang keluar air liur, mengompol, dan kalau kejang cukup lama maka bisa menyebabkan anak tertidur dan normal saat sudah bangun kembali," katanya.
Handryastuti menekankan kepada orang tua agar memperhatikan penyebab kejang anak, serta apa yang dialami anak pada saat kejang. Dia menyarankan agar orang tua merekam kejadian kejang pada anak serta menyerahkan hasil rekaman tersebut kepada dokter pada saat berobat, guna mempermudah diagnosis dokter agar penanganan yang dilakukan menjadi akurat dan efisien.
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News
Berita Lainnya
Berita Pilihan
Advertisement
Bawaslu Bakal Terapkan Teknologi Pengawasan Pemungutan Suara di Pilkada 2024
Advertisement
Ini Lima Desa Wisata Paling Mudah Diakses Wisatawan Menurut UN Tourism
Advertisement
Berita Populer
- Angka Kemiskinan Sleman Turun Tipis Tahun 2024
- Perluasan RSUD Panembahan Senopati Bantul Tinggal Menunggu Izin Gubernur
- Gunungkidul City Run & Walk 2024: Olahraga, Pariwisata, dan Kebanggaan Daerah
- Resmi Diluncurkan, 2 Bus Listrik Baru Trans Jogja Bertahan hingga 300 Km Sekali Isi Daya
- Kemiskinan Sleman Turun Tipis, BPS Sebut Daya Beli dan Inflasi Jadi Biang
Advertisement
Advertisement