Advertisement

Ben and Jody: Saat Tukang Kopi Berjuang Bersama Petani

Sirojul Khafid
Sabtu, 26 Februari 2022 - 07:57 WIB
Budi Cahyana
Ben and Jody: Saat Tukang Kopi Berjuang Bersama Petani Ben and Jody - JIBI/Bisnis.com

Advertisement

Harianjogja.com, JOGJA—“Setiap gue bikin film, ada hal baru yang gue coba, bisa statement-nya penting, atau isunya menarik dan penting,” kata Angga Dwimas Sasongko.

BACA JUGA: Prambanan Jazz 2022 Bakal Penuh Kejutan

Advertisement

Setelah mengupas dunia barista pada film Filosofi Kopi 1 (2015) dan jalur distribusi kopi pada Filosofi Kopi 2: Ben and Jody (2017), sepertinya kini sutradara Angga Dwimas Sasongko ingin mengupas dunia perkopian dari sisi produsennya: petani. Isu pada film ketiga semesta Filosofi Kopi berjudul Ben and Jody mencoba menampilkan konflik petani dengan perusahaan.

Selepas keluar dari Kedai Filosofi Kopi, Ben (Chicco Jerikho) tinggal di kampung bersama para petani. Dia berjuang bersama petani untuk mempertahankan tanah leluhur yang hendak dirampas perusahaan. Perjuangan ini memakan waktu lama dan menguras tenaga. Perjuangan petani dengan sumber daya seadanya semakin kelimpungan saat perusahaan menyewa petugas keamanan dan juga preman. Tidak hanya kena pukulan, beberapa ketua kampung adat juga diculik. Ben, salah satu pemimpin demonstrasi penolakan perusahaan tentu tidak luput menjadi sasaran. Mereka semua masuk dalam kerangkeng di tengah hutan.

Puluhan kilometer jauhnya, Jody (Rio Dewanto) gelisah saat kabar dari Ben tidak kunjung datang. Ben sebelumnya berjanji akan datang di peresmian kedai baru Jody. Menyusullah Jody ke kampung. Bukannya mendapat kabar baik, Jody justru ikut tertangkap oleh sekelompok preman pimpinan Tubir (Yayan Ruhian). Ben dan Jody bertemu di kerangkeng. Meski sudah saling bertemu, Ben dan Jody justru punya pekerjaan yang lebih berat: bertahan hidup sekaligus melawan perusahaan.

Zona Awal

Banting swtir dari genre drama ke aksi tentu gebrakan yang besar. Meski kedua filmnya sukses secara pendapatan pengargaan – Filosofi Kopi 1 mendapat 14 penghargaan, sementara Filosofi Kopi 2: Ben and Jody mendapat empat penghargaan, sepertinya tim produksi tidak mau mengulang formula filmnya. Dari yang sebelumnya pergulatan pada mesin kopi dan bagaimana kedai bisa bertahan, kini pukulan dan tembakan seakan menjadi makanan serta cemilan.

(Link penghargaan film)

http://filmindonesia.or.id/movie/title/lf-f020-15-538176_filosofi-kopi-the-movie#.YgSdXepBzIU 

http://filmindonesia.or.id/movie/title/lf-f028-17-028289_filosofi-kopi-the-movie-2-ben-jody#.YgSdX-pBzIU 

Meski ada perbedaan genre yang signifikan, Ben and Jody masih bisa dinikmati. Salah satu indikator awam film bisa dinikmati apabila durasi film sebenarnya terasa lebih singkat saat ditonton. Dari durasi hampir dua jam, film ini terasa hanya setengahnya, dan rasanya malah kurang lama. Masih ingin melihat aksi para pemeran, termasuk kejar-kejaran mobil dan motor antara tim Ben dan tim Tubir.

Ada beberapa scene yang cukup menyegarkan mata, salah satunya kejar-kejaran tersebut. Dengan latar tempat jalanan khas daerah insdustri hutan di pedalaman, aksi berbalut indahnya alam menjadi perpaduan yang elegan.

Apabila mengintip proses produksinya, dalam pengambilan scene ini Angga cukup mengabaikan keselematannya. Lantaran kameramen menganggap adegan ini tidak aman dan peralatan yang mereka miliki tidak memadai untuk kesalamatan, Angga nekad mengambil gambar dengan tangannya sendiri. Dia mengambil gambar dari atas mobil dan mengikuti gerak para pemeran yang melaju kencang. Satu sisi cukup heroik, meski dari sisi keselamtan kurang patut ditiru. Namun hasilnya? Cukup memuaskan.

BACA JUGA: Lewat Wake Up, Bravesboy Sentil Pemerintah soal Solusi Konkrit Industri Hiburan

Dalam film aksi, koreografi bela diri menjadi hiburan saat para pemeran asyik baku hantam. Dalam beberapa film Jackie Chan misalnya, penggunaan properti dalam bertarung serta aksi-aksi lucu membuat pertarungan tidak membosankan. Bagi yang tidak paham teknik bela diri pun bisa merasa terhibur.

Dari sisi koreografi ini, sepertinya film Ben and Jody masih kurang maksimal. Kurang ada penonjolan ingin seperti apa pertarungan ini dibawa. Apakah akan lucu seperti Police Story dan Kungfu Hustle, apakah akan tragis seperti The Raid, atau lainnya. Meski banyak adegan pertarungan, kurang ada gerakan atau scene yang bisa terbawa jauh setelah meninggalkan bioskop.

Belum lagi gerakan yang kadang saling tunggu. Misalnya saat Tubir melawan Rinjani (Hana Prinantina) dan Tambora (Aghniny Haque). Gerakan Rinjani dan Tambora saat melawan Tubir kadang saling tunggu. Ini membuat pertarungan kurang realistis. Dalam pertarungan di dunia nyata, mungkin kedua orang ini akan menyerang dengan berbarengan, karena tentunya lebih menguntungkan.

Warga Kampung Adat

Setelah bisa lepas dari kerangkeng di hutan, Ben dan Jody tersesat. Dalam keadaan luka yang parah, mereka kembali tertangkap. Bukan oleh sekelompok penjahat seperti Tubir, tapi warga kampung adat Wanareja dengan pimpinan Rinjani. Warga kampung adat ini pula yang kemudian membantu membebaskan tawanan di kerangkeng.

Angga mencitrakan warga kampung adat dengan cukup menarik. Selain memiliki keahlian pengobatan dengan bahan herbal, warga kampung adat juga berpendidikan cukup tinggi. Beberapa di antaranya diceritakan telah lulus tingkat sekolah tertentu.

Dalam proses penyelamatan warga di kerangkeng, adapula warga yang bisa membuka gembok dengan peralatan seperti jarum. Keahlian yang mungkin sulit terbayangkan, mengingat stigma kampung adat yang masih belum modern. Modernnya kampung adat juga terlihat dengan keahlian para warganya yang bisa mengendarai mobil.

Citra warga kampung adat ini bisa jadi benar adanya. Mungkin bukan dalam hal membuka gembok dengan jarum, namun tentang bagaimana kemajuan mengelola alam, sistem pangan, sampai adat istiadatnya. Saat pandemi Covid-19 merebak misalnya, warga kota sangat kelimpungan, namun beberapa kampung adat nyatanya bisa bersih dari Covid-19 selama berbulan-bulan.

Beberapa kampung adat juga cukup tahan dengan sistem pangannya. Mereka tidak terpengaruh harga pasar pangan yang seringkali naik. Mereka bisa mengelola swasembada pangannya dengan sangat baik. Masalah seringkali hadir justru saat pemerintah mulai mengintervensi cara mereka hidup.

Posisi Para Petani

Mengulik konflik antara perusahaan dan petani yang mempertahankan tanahnya memang cukup menarik, terlabih hadir di film yang cukup ‘populer’ di semesta Filosofi Kopi ini. Konflik yang sering terjadi di Indonesia ini kadang hanya berputar di kalangan aktivis dan pers saja. Jarang ada yang memiliki ruang di bioskop dengan sasaran penonton yang luas dan beragam. Ini salah satu apresiasi untuk Ben and Jody.

Meski saat kita teliti dengan lebih mendalam, konflik petani dan perusahaan seakan hanya tempelan. Keresahan penonton, setidaknya saya, terasa kurang terpantik karena konflik petani dan perusahaan hanya sedikit sekali terucap oleh para pemeran. Dan yang paling vital, tidak ada gambaran dampak apa yang akan terjadi apabila perusahaan mengambil alih lahan petani. Apakah pencemaran air, apakah terancamnya sumber pangan, atau ancaman pengangguran. Tidak tergambar dalam percakapan ataupun adegan.

BACA JUGA: Sinopsis Film Satria Dewa : Gatotkaca, Tayang Juni 2022

Prasangkan baiknya, mungkin ini baru pemantik untuk mengatahui akar masalah petani, khususnya petani kopi di Indonesia. Penonton bisa menggali sendiri setelah mendapat gambaran besarnya di film ini. Atau mungkin juga, akan ada film selanjutnya atau di medium lain tentang pembahasan konflik petani-perusahaan yang lebih mendetail. Seperti yang Angga katakan, “Setiap gue bikin film, ada hal baru yang gue coba, bisa statement-nya penting, atau isunya menarik dan penting.”

Selamat untuk Angga dan tim.

Judul Film: Ben and Jody

Produser: Chicco Jerikho, Rio Dewanto, dan Cristian Imanuell.

Sutradara: Angga Dwimas Sasongko.

Penulis: Angga Dwimas Sasongko dan M. Nurman Wardi.

Durasi: 114 menit.

Tahun rilis: 2022

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News

Advertisement

Harian Jogja

Video Terbaru

Advertisement

Harian Jogja

Berita Pilihan

Advertisement

alt

Jamaika Resmi Mengakui Kedaulatan Palestina

News
| Kamis, 25 April 2024, 10:47 WIB

Advertisement

alt

Rekomendasi Menyantap Lezatnya Sup Kacang Merah di Jogja

Wisata
| Sabtu, 20 April 2024, 07:47 WIB

Advertisement

Advertisement

Advertisement