Advertisement

Mengenal Penyakit Mematikan Ameba, Hanya 9 Orang di Dunia Berhasil Sembuh

Sirojul Khafid
Senin, 19 Agustus 2024 - 10:47 WIB
Sunartono
Mengenal Penyakit Mematikan Ameba, Hanya 9 Orang di Dunia Berhasil Sembuh Foto ilustrasi sel virus SARS-CoV-2 dan sel darah merah. - Freepik

Advertisement

Harianjogja.com, JOGJA—Penyakit ameba pemakan otak yang langka sangat mematikan pengidapnya. Dari seluruh orang yang terjangkit di seluruh dunia, baru sembilan orang yang berhasil sembuh, salah satunya dari India belum lama ini.

Pada Juni 2024 lalu, Afnan Jasim, 14, berenang di kolam renang di Negara Bagian Kerala, India. Dokter yang menangani Afnan memperkirakan ameba pemakan otak, yang disebut Naegleria Fowleri, kemungkinan masuk ke tubuh remaja itu dari air yang telah terkontaminasi.

Advertisement

Meningoensefalitis Ameba Primer (PAM), penyakit yang disebabkan oleh ameba tersebut, memiliki angka kematian sebesar 97%. Menurut Pusat Pengendalian dan Pencegahan Penyakit AS, antara tahun 1971 dan 2023, hanya delapan orang yang selamat dari penyakit ini di empat negara yaitu Australia, AS, Meksiko, dan Pakistan.

BACA JUGA : Skrining Penyakit Ginjal pada Siswa SD dan SMP di Kota Jogja Digencarkan

Dari semua kasus yang ditemukan, gejala ameba baru diketahui antara sembilan jam dan lima hari sejak terjangkit. Penanganan secara medis pada masa tersebut berperan penting dalam pemulihan pasien. Pengobatan tepat waktu menjadi kunci untuk menyembuhkan penyakit ini. Gejala PAM meliputi sakit kepala, demam, mual, muntah, disorientasi, leher kaku, kehilangan keseimbangan, kejang dan atau halusinasi.

Ameba berpotensi memasuki tubuh manusia melalui saluran hidung dan bergerak melalui lempeng kribiform untuk mencapai otak. Lempeng itu terletak di dasar tengkorak. Fungsinya mentransmisikan saraf penciuman guna mengaktifkan indera penciuman. “Parasit tersebut kemudian melepaskan berbagai bahan kimia dan menghancurkan otak,” kata dokter Abdul Rauf, yang merawat Afnan, dikutip dari BBC, beberapa waktu lalu.

Kebanyakan pasien meninggal karena tekanan intracranial, yang dilakukan cairan di dalam tengkorak dan jaringan otak. Ameba ditemukan di danau air tawar, terutama di air yang bersuhu hangat. “Masyarakat tidak boleh melompat atau menyelam ke dalam air. Itu adalah cara ameba masuk ke dalam tubuh. Jika airnya terkontaminasi, ameba masuk melalui hidung Anda,” katanya.

Pencegahan terbaik dari ameba dengan menghindari perairan yang terkontaminasi. Di kolam renang sekalipun, masyarakat disarankan untuk menjaga mulut tetap berada di atas permukaan air. “Klorinasi sumber air sangat penting,” kata Rauf.

Dalam penelitian yang diterbitkan di Negara Bagian Karnataka, India, melaporkan kasus-kasus bayi di India dan Nigeria yang terjangkit ameba berbahaya dari air mandi. Sejak 1965, sekitar 400 kasus PAM telah dilaporkan di seluruh dunia. Sementara di India sejauh ini hanya terdapat kurang dari 30 kasus.

“Kerala melaporkan kasus PAM pada 2018 dan 2020. Tahun ini telah tercatat sekitar lima kasus sejauh ini,” kata dokter tersebut.

Penyakit Misterius

Saat awal kemunculannya, ameba dianggap penyakit misterius. Dan belum lama ini, penyakit misterius juga muncul di Indonesia. Sebanyak enam nelayan dari Kapal Motor (KM) Mariana di Merak meninggal secara misterius. Penyebabnya belum diketahui secara pasti. Kejadian bermula pada Minggu (4/8/2024) dini hari. Kapal Motor (KM) Sri Mariana, meminta bantuan melalui radio satelit. Permintaan itu ditangkap oleh Polairud Polda Banten.

Pukul 00.30 WIB, tim patroli Banten menemukan kapal tersebut. Ternyata di kapal tersebut sudah ada enam mayat nelayan. Belasan lainnya juga dalam kondisi sakit. Para kru KM Sri Mariana kemudian mendekat ke Pulau Tempurung, agar bisa ditambatkan ke KMB Pelangi yang tengah patroli.

Pulau Tempurung berada di wilayah Kecamatan Pulomerak, Kota Cilegon. Petugas kemudian mengevakuasi para nelayan, lengkap dengan APD, karena belum mengetahui penyebab tewasnya para nelayan.

BACA JUGA : Cuaca Jogja Panas Terik, Dinkes Ingatkan Masyarakat Antisipasi Heat Stroke

Menteri Kesehatan, Budi Gunadi Sadikin, menduga tewasnya enam nelayan lantaran virus atau bakteri. Ditambah saat evakuasi awak kapal itu petugas menggunakan hazmat atau Alat Pelindung Diri (APD). “Tapi, kalau dia pake protokol APD itu, aku rasa memang ada potensi itu bisa virus, bakteri, atau fungus,” kata Budi.

“Tapi, terus terang saya belum terupdate, nanti kalau saya tahu, saya update ya. Karena jenazahnya juga sedang diautopsi,” katanya.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News

Advertisement

Harian Jogja

Video Terbaru

Advertisement

Harian Jogja

Berita Pilihan

Advertisement

alt

Dukung Program Makan Bergizi Gratis, Pemerintah Siapkan 1,5 Juta Ha Lahan Peternakan Sapi

News
| Kamis, 12 September 2024, 21:17 WIB

Advertisement

alt

Kawah Ijen Mulai Dibuka Kembali, Ini SOP Pendakiannya

Wisata
| Sabtu, 07 September 2024, 21:17 WIB

Advertisement

Advertisement

Advertisement