Advertisement
Hukum Alkohol pada Parfum dan Antiseptik
Advertisement
Harianjogja.com, JOGJA—Sebuah unggahan di media sosial X tentang produk antiseptik beralkohol dengan label halal sempat menghebohkan warganet. Antiseptik itu pertama kali diunggah oleh akun @onecek.
Pemilik akun itu mengunggah foto produk antiseptik dengan keterangan "Alkohol yang halal". Hal itu mengundang pertanyaan warganet tentang kehalalan penggunaan antiseptik yang mengandung alkohol.
Advertisement
Tidak hanya alkohol pada antiseptik, namun juga pada parfum yang sering kali menjadi pertanyaan masyarakat. Karena banyak parfum yang mengandung alkohol, dan parfum tersebut disemprotkan pada pakaian yang akan digunakan untuk salat.
Dikutip dari alman resmi Majelis Tarjih dan Tajdid Pimpinan Pusat Muhammadiyah (MTT) bahwa pengertian alkohol dalam bahasa arab adalah al-kuhl atau al-kuhul, sedangkan dalam bahasa Inggris adalah alcohol.
Secara istilah alkohol adalah sesuatu yang menguap, saripati atau intisari. Alkohol diartikan sebagai cairan tidak berwarna yang mudah menguap dan mudah terbakar. Umumnya dipakai pada industri dan pengobatan serta merupakan unsur ramuan yang memabukkan dalam kebanyakan minuman keras.
Alkohol dapat dibuat melalui proses fermentasi, destilasi, dan industri, yang mengandung berbagai zat hidrat arang (seperti melase, gula tebu dan sari buah).
Adapun tentang khamr, kaum muslimin sepakat meminum khamr itu hukumnya haram, berdasarkan firman Allah Subhanahu wa ta’ala:
“Mereka bertanya kepadamu tentang khamar dan judi. Katakanlah: "Pada keduanya itu terdapat dosa besar dan beberapa manfaat bagi manusia, tetapi dosa keduanya lebih besar dari manfaatnya” [QS. al-Baqarah, 2: 219]
“Hai orang-orang yang beriman, sesungguhnya (meminum) khamar, berjudi, (berkorban untuk) berhala, mengundi nasib dengan panah, adalah perbuatan keji termasuk perbuatan syaitan. Maka jauhilah perbuatan-perbuatan itu agar kamu mendapat keberuntungan. Sesungguhnya syaitan itu bermaksud hendak menimbulkan permusuhan dan kebencian di antara kamu lantaran (meminum) khamar dan berjudi itu, dan menghalangi kamu dari mengingat Allah dan sembahyang; maka berhentilah kamu (dari mengerjakan pekerjaan itu).” [QS. al-Maidah, 5: 90-91]
Dalam ayat tersebut, yang digolongkan menjadi najis (rijsun) adalah khamr, yaitu sejenis minuman yang dapat memabukkan peminumnya. Kenajisan dalam ayat tersebut bukan karena zat khamr itu sendiri, tetapi perbuatan meminum khamr itulah yang dikatakan sebagai najis (rijsun). Sedangkan alkohol itu berbeda dengan khamr karena tidak semua alkohol disalahgunakan dalam pemakaiannya.
Alkohol menjadi haram hukumnya ketika dijadikan minuman yang dapat memabukkan. ‘Illat diharamkannya alkohol dalam hal ini bukan karena ia benda najis, tetapi karena efek dari meminum alkohol itulah yang menjadikannya haram. Sebagaimana sabda Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam.:
“Setiap minuman yang memabukkan itu haram.” [H.R. al-Bukhari, Hadis diriwayatkan dari ‘Aisyah]
BACA JUGA: Amalan Menyambut Bulan Puasa Ramadan
Dari penjabaran di atas dapat diambil kesimpulan bahwa alkohol bukanlah benda najis. Oleh sebab itu, ketika alkohol tersebut digunakan untuk hal yang bermanfaat seperti untuk pengobatan, campuran parfum dan lain-lain, maka hal tersebut tidaklah diharamkan karena tidak terjadinya ‘illat diharamkannya alkohol itu sendiri, yaitu memabukkan. Jadi alkohol di sini adalah najis maknawi (abstrak) bukan najis lidzatihi (zat/benda konkrit).
Pada dasarnya zat dari alkohol itu tidaklah najis, meskipun alkohol dapat menjadi haram ketika disalahgunakan menjadi minuman yang dapat memabukkan. Namun keharaman ini disebabkan efek memabukkannya, bukan karena najisnya zat alkohol tersebut. Hal ini karena tidak semua benda haram itu termasuk benda najis, sebagaimana dalam kaidah fiqhiyyah:
“Setiap yang najis itu haram, tapi tidak semua yang haram itu najis.”
Kementerian Agama melalui laman resminya juga menyebutkan bahwa alkohol berbeda dengan khomr atau minuman yang memabukkan. Kepala Badan Penyelenggara Jaminan Produk Halal (BPJPH) Muhammad Aqil Irham mengatakan pemahaman terkait titik kritis kehalalan alkohol penting untuk dipahami oleh masyarakat dengan tepat. Sebab bila keliru, dapat menimbulkan kesalahpahaman.
"Kita harus membedakan alkohol barang gunaan yang bersertifikat halal dengan alkohol yang ada di minuman keras atau khamr yang jelas tidak boleh disertifikasi halal," tegas Aqil.
Dilihat dari proses pembuatannya, alkohol dapat dibedakan sebagai hasil samping industri khamr dan etanol hasil industri non khamr yang diperoleh dari sintesis kimiawi ataupun hasil industri fermentasi non khamr. Alkohol yang berasal dari khamr termasuk bahan yang tidak dapat disertifikasi halal. Sedangkan alkohol hasil sintesis kimiawi atau fermentasi non-khamr penggunaannya diperbolehkan sepanjang tidak membahayakan dan dapat disertifikasi halal.
"Alkohol dalam antiseptik tersebut merupakan bahan yang diperoleh dari proses produk halal dan memperoleh sertifikat halal," jelasnya.
"Produk antiseptik itu sendiri adalah barang gunaan yang peruntukannya sebagai antiseptik, dan jelas bukan untuk diminum," tandasnya.
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News
Sumber : fatwatarjih.or.id
Berita Lainnya
Berita Pilihan
Advertisement
Advertisement
Sandiaga Tawarkan Ritual Melukat ke Peserta World Water Forum di Bali
Advertisement
Berita Populer
- Peringatan HKB DIY 2024, Sukarelawan dan ASN Ikut Aksi Donor Darah
- Viral Hansip hingga Driver Gojek Nonton Timnas Indonesia U-23 saat Melawan South Korea U-23 Piala Asia 2024 di Qatar
- Jadwal Kereta Bandara YIA Sabtu 27 April 2024, Harga Tiket Rp20 Ribu
- Jadwal Pemadaman Listrik Sabtu 27 April 2024, Cek Lokasinya!
- Jadwal Terbaru! KRL Jogja-Solo Sabtu 27 April 2024, Berangkat dari Stasiun Tugu dan Lempuyangan
Advertisement
Advertisement