Advertisement

Belum Ada Bukti Galon Guna Ulang Bahaya untuk Kesehatan

Abdul Hamied Razak
Kamis, 24 November 2022 - 10:37 WIB
Bernadheta Dian Saraswati
Belum Ada Bukti Galon Guna Ulang Bahaya untuk Kesehatan Galon air - Ist

Advertisement

Harianjogja.com, JOGJA—Narasi bahaya Bisphenol A (BPA) dalam kemasan galon air minum masih minim bukti ilmiah karena penelitian tentang BPA selama ini dilakukan di kemasan yang bukan kemasan galon air.

Selain itu, penelitian di Indonesia tentang BPA di galon air juga bukan kadar BPA di dalam air galon tapi penelitian di laboratorium tentang potensi migrasi BPA dari kemasan galon menggunakan proses perendaman dengan etanol dan dipanaskan 60° C di oven laboratorium selama 10 hari.

Advertisement

Dewan Pakar Ikatan Ahli Kesehatan Masyarakat, Hermawan Saputra, mengatakan belum ada bukti yang cukup kuat untuk menyampaikan ke masyarakat bila kemasan galon guna ulang berbahan Polikarbonat membahayakan kesehatan konsumen. Sebelum menyampaikan isu kesehatan masyarakat, katanya, harus dilihat terlebih dahulu seluruh kejadiannya, fenomena, dan faktanya (evidence based public health).

"Kaitannya dengan kepentingan publik dan yang berdampak pada kesehatan, harus dilihat dulu apakah betul ada evidence sebelumnya. Nah, kalau kita bicara pemakaian galon guna ulang, harus dilihat sudahkah pernah ada suatu fenomena atau kejadian yang memang hasil penyelidikannya berdampak luas dan memang terjadi kasus yang signifikan di masyarakat?,” tanya Hermawan melalui rilisnya, Kamis (24/11/2022).

Baca juga: Cegah Keluarga Miskin Baru, Menko PMK Berharap PHK Jadi Jalan Terakhir

Menurutnya, semua produk tanpa terkecuali perlu dilihat bagaimana dampaknya terhadap para konsumen. Mulai dari produksi, distribusi hingga konsumsi. Dengan kata lain, semua industri yang relevansinya akan berdampak pada kesehatan masyarakat harus ada kendali pada produksi, distribusi, dan konsumsi. "Itu sebabnya ada standarisasi produk, ada izin edar produk, dan itu ketat sekali," ujarnya.

Kesimpulan akhir atau final conclusion rencana pelabelan BPA itu harus didahului dengan penyelidikan. Hal itu perlu dilakukan untuk menghindari ketidaktepatan regulasi sebelum regulasi dikeluarkan. "Kaitannya dengan BPA di galon guna ulang, dari kasus konsumsinya, kami melihat belum ada evidence based yang cukup," katanya.

Jika ada indikasi zat berbahaya pada suatu produk tertentu, katanya, maka solusinya bukan pada pelabelannya tetapi pada produksi dan distribusinya. "Secara isu publik, kalau memang ada zat berbahaya dari kandungan sebuah produk apalagi itu pangan atau makanan dan minuman maka solusinya bukan pada labelnya, tetapi harusnya pada produksinya. Jadi bukan pada kendali perilaku, kalau berbahaya harus dikendalikan dari produksi dan distribusi," tukasnya.

Dia mengatakan tidak boleh mencoba-coba produk yang digulirkan hanya sekadar melabeli. Alasannya, masyarakat yang asimetris informasi tidak mungkin mengetahui kandungan zat kimia yang luar biasa, apalagi tahapannya itu berkaitan dengan bahan baku dan bukan bahan jadi. Ia melihat sebuah keanehan jika pejabat BPOM meyampaikan bahwa pelabelan “berpotensi mengandung BPA” terhadap galon guna ulang berkaitan dengan kendali distribusi.

“Yang ingin dilabeli itu katanya distributor yang memiliki izin edar, jadi tidak pada depot-depot air minum tertentu. Artinya, kendali distribusi ini harusnya menyangkut merapikan industri itu sendiri, tetapi di sisi lain memang agak unik kalau itu diserahkan pada perilaku masyarakat yang asimetris informasi. Kami secara Kesmas melihat pelabelan BPA itu tidak terlalu efektif. Lebih baik tidak usah. Kalau memang ada zat yang dikhawatirkan, itu seharusnya yang diawasi pada produksi dan distribusinya saja,” tuturnya. *

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News

Advertisement

Harian Jogja

Video Terbaru

Advertisement

Harian Jogja

Berita Pilihan

Advertisement

alt

Setelah Lima Hari, 2 Wisatawan yang Berenang di Zona Hahaya Pangandaran Ditemukan Tewas

News
| Rabu, 24 April 2024, 20:07 WIB

Advertisement

alt

Rekomendasi Menyantap Lezatnya Sup Kacang Merah di Jogja

Wisata
| Sabtu, 20 April 2024, 07:47 WIB

Advertisement

Advertisement

Advertisement