Advertisement

Mengapa Malam Minggu Identik dengan Waktunya Pacaran?

Bernadheta Dian Saraswati
Sabtu, 06 Agustus 2022 - 13:27 WIB
Bernadheta Dian Saraswati
Mengapa Malam Minggu Identik dengan Waktunya Pacaran? Ilustrasi. - Freepik

Advertisement

Harianjogja.com, JOGJA-Masyarakat Indonesia seakan sudah tidak asing dengan anggapan malam minggu waktunya untuk memadu kasih atau berpacaran. Sampai-sampai ada sebuah lagu berjudul "Sedap Betul" yang memiliki lirik tentang malam minggu.

"Malam minggu malam yang panjang malam yang asyik buat pacaran". Begitulah sepenggal lirik dari lagu yang dinyanyikan Jamal Mirdad itu. 

Advertisement

Malam minggu yang dianggap waktunya untuk berpacaran ini masih diterapkan oleh kalangan muda-mudi hingga saat ini. Mereka menyempatkan diri untuk pergi bersenang-senang dengan kekasih di saat Sabtu malam (malam Minggu). 

Lantas darimana asalnya anggapan malam Minggu jadi waktunya untuk berpacaran? 

Indonesia menetapkan hari Minggu sebagai hari libur. Orang-orang mengenalnya dengan istilah akhir pekan atau weekend yang dimulai dari Sabtu malam (karena nyatanya pada Sabtu pagi masih ada yang bekerja) hingga hari Minggu. 

Dilansir dari Wartafeno, revolusi industri yang berkembang masif sejak James Watt sukses menemukan mesin uap mengambil peran penting dalam budaya kerja masyarakat modern. Jika dulu manusia bekerja hanya mengandalkan kekuatan otot dan menghafal kondisi alam, kini kehadiran mesin mulai memudahkan beban kerja dan meningkatkan produktivitas bisnis.

Baca juga: 15 Rekomendasi Tempat Wisata Malam di Jogja

Dulu para pekerja hanya memiliki libur sehari, di hari Minggu saja. Nah, libur cuma sehari inilah yang dirasa menyiksa oleh banyak kalangan pekerja. Lalu, lahirlah praktik “Saint Monday” yang meracuni para pekerja di Inggris. Saint Monday merupakan “tradisi bolos kerja” di hari Senin yang telah ada sejak abad 17 lalu. Hari di mana para pekerja sengaja meliburkan diri untuk melanjutkan istirahat atau bersenang-senang. Gerakan ini merupakan wujud protes terhadap kapitalisme para pemilik bisnis.

Mereka sadar bahwa orang-orang yang mempekerjakan mereka bisa bersenang-senang setiap harinya. Dari situ pekerja menuntut “hak yang sama” apalagi pada praktiknya, beban bekerja mereka lebih berat dan melelahkan secara fisik. Gerakan ini lantas menyebar ke seluruh Eropa. Banyak pekerja meluapkan kepenatan dengan minum-minum, sabung ayam dan kesenangan lainnya. Bahkan ada lagu rakyat abad ke-18 dari Sheffield, Inggris, yang berjudul “The Jovial Cutler” yang menggambarkan semangat perlawanan kelas pekerja dan sekaligus menjelma anthem para pekerja kala mengkhidmati Saint Monday.

Mulanya, para pemilik bisnis mulai memaklumi ketika ada pekerja yang bolos pada hari Senin. Seiring berjalannya waktu, pebisnis melihat produktivitas menurun dan ancaman gerakan underground yang semakin masif. Mereka mulai mencari solusi agar para pekerja mau kembali bekerja secara disiplin namun tetap tidak kehilangan hak liburnya.

Munculah solusi untuk menetapkan hari Sabtu dan Minggu sebagai libur akhir pekan. Meskipun awalnya, hari Sabtu tidak serta-merta langsung jadi hari libur melainkan setengah hari kerja. Kenapa hari Sabtu? Karena dulu banyak serikat pekerja yang menuntut agar hari Sabtu menjadi hari libur. Salah satunya adalah kelompok Early Closing Association yang terbentuk pada tahun 1842.

Asosiasi ini meminta waktu luang untuk Sabtu siang. Lobi bekerja setengah hari pada hari Sabtu ini menjamin konsekuensi para pekerja akan bekerja penuh pada hari Senin. Alasannya, selain untuk meminimalisir kegiatan nirfaedah yang kerap dilakukan para pekerja pada Saint Monday, hari Sabtu (Sabat) dan hari Minggu juga menjadi hari ibadah bagi para pekerja di Eropa, yang mana mayoritas dari mereka adalah penganut Yudaisme dan Katholik.

Begitulah, kemudian penetapan regulasi ini menyebar ke seluruh sektor industri di dunia hingga kini. Meskipun hal tersebut memang tidak menjamin para pemilik bisnis industri mempraktikkannya secara persis.

Dilansir dari Ilmupedia, peraturan di bidang ekonomi dan ketenagakerjaan mengalami penyamarataan seiring zaman globalisasi. Hingga akhirnya ditetapkanlah weekend pada hari Sabtu dan Minggu. Tak hanya di ranah pekerjaan saja, berbagai institusi pendidikan pun turut mengikuti aturan ini sehingga anak sekolah dan juga mahasiswa yang notabene adalah golongan muda ikut libur.

Seiring waktu, malam Minggu tidak cuma dianggap sebagai momen yang tepat untuk melepas penat setelah sepekan bekerja tetapi juga untuk memadu kasih. Rutinitas padat di hari biasa terkadang bisa menghindari kita bertatap muka dengan orang tercinta. Jadi, wajar saja jika malam Minggu adalah waktu yang pas untuk melepas kerinduan. 

Dengan demikian romantisisasi malam Minggu ini dipengaruhi oleh beragam faktor, salah satunya adalah hari libur.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News

Advertisement

Harian Jogja

Video Terbaru

Advertisement

Harian Jogja

Berita Pilihan

Advertisement

alt

Kejagung Bongkar Kasus Korupsi PT Timah Menyeret Harvey Moeis, Ini Komentar Kementerian BUMN

News
| Kamis, 28 Maret 2024, 19:07 WIB

Advertisement

alt

Mengenal Pendopo Agung Kedhaton Ambarrukmo, Kediaman Sultan Hamengku Buwono VII

Wisata
| Senin, 25 Maret 2024, 20:47 WIB

Advertisement

Advertisement

Advertisement